Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) dan Australian National University (ANU) Indonesia Project meluncurkan buku In sickness and in health: diagnosing Indonesia. Peluncuran buku dilakukan oleh Dekan FKKMK, dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D., FRSPH., di Ruang Auditorium Lantai 1, Gedung Pascasarjana Tahir Foundation, FKKMK UGM, Selasa (31/1) ditandai dengan diskusi mengurai isi buku oleh para penulis buku.
Buku In sickness and in health: diagnosing Indonesia merupakan buku yang dibuat dari salah satu hasil konferensi international Indonesia Update ke-38 di Canberra oleh ANU Indonesia Project pada bulan September 2021. Buku yang kemudian diterbitkan pada bulan November 2022 ini terdiri dari 12 bab dengan melibatkan 26 akademisi di Indonesia dan Australia.
Yodi Mahendradhata menyambut baik upaya untuk meneliti dan membangun kebijakan kesehatan di Indonesia yang berbasis bukti dan misi yang menjadi salah satu landasan FK-KMK UGM. Ia berharap buku ini dapat menjadi acuan baik bagi akademisi untuk penelitian maupun pengajaran, sekaligus untuk peganganan bagi pengambil keputusan dalam pengembangan kebijakan di pusat dan daerah.
“FKKMK UGM secara rutin meluncurkan buku sekitar 3-4 bahkan lebih dalam setahun. Buku ini hasil kerja sama FKKMK UGM dan ANU Project Indonesia. Kita bersyukur dengan selesainya penulisan buku ini karena disusun di saat masa pandemi,” katanya.
Buku In sickness and in health: diagnosing Indonesia berlatar belakang tantangan Sistem Kesehatan di Indonesia. Meski dalam 60 tahun terakhir ada perbaikan terkait kondisi kesehatan penduduk di Indonesia tetapi masih banyak ditemui permasalahan kronis dalam sistem kesehatan di Indonesia.
Permasalahan tersebut antara lain keberlanjutan pendanaan, tata kelola, dan tidak meratanya akses terhadap layanan kesehatan – permasalahan yang tampil semakin nyata saat pandemi Covid-19. Sementara itu, perubahan demografi dan sosial-ekonomi dalam beberapa dekade terakhir telah membuat Indonesia menjadi salah satu negara yang tidak hanya berhadapan dengan masalah penyakit menular, kesehatan ibu, dan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh gizi buruk, tapi juga menghadapi beban penyakit kronis tidak menular dan degeneratif seperti penyakit jantung, kanker, dan diabetes.
Dr Firman Witoelar, salah satu editor buku, menjelaskan bahwa ANU Indonesia Project telah menyelenggarakan konferensi tahunan tentang Indonesia sejak tahun 1983. Rangkaian konferensi ini telah menjadi konferensi terbesar tentang Indonesia yang diselenggarakan di luar Indonesia. Topik yang diangkat selalu berkaitan dengan problem besar yang sedang dihadapi bangsa Indonesia.
Dia mengatakan diskursus tentang sistem dan pelayanan kesehatan di Indonesia menjadi hangat dengan adanya pandemi Covid-19 sehingga cocok diangkat sebagai tema konferensi. Pendekatan yang lazim dipakai dalam menganalisis isu kesehatan penduduk adalah adanya transisi epidemiologis, yaitu pergeseran dari dominasi penyakit menular yang dialami oleh balita dan anak-anak ke penyakit tidak menular dan degeneratif yang dialami oleh penduduk usia tua akibat perubahan status ekonomi dan sosial.
Dr. Ariane Utomo dari The University of Melbourne menjelaskan pendekatan yang diambil dalam buku ini adalah kacamata transisi kesehatan yaitu bahwa selain transisi epidemiologis (perubahan dalam pola jenis penyakit, disabilitas, dan tingkat kematian), Indonesia juga menghadapi pertanyaan tentang bagaimana secara sistematis mengelola respons sosial terhadap status kesehatan masyarakat. Seiring perkembangan waktu, meskipun negara sudah mengalami kemajuan, namun insiden penyakit menular tetap tinggi di samping meningkatnya penyakit tidak menular.
“AIDS dan SAR-COV-2 merupakan contoh penyakit menular yang tinggi insidennya bahkan di negara maju,” katanya.
Dalam bab yang ditulisnya, Prof. Laksono Trisnantoro, Guru Besar FK-KMK UGM, menjelaskan terjadinya defisit BPJS Kesehatan yang sangat besar sekitar 31 triliun rupiah antara tahun 2014-2019. Defisit tersebut disebabkan antara lain rendahnya kepatuhan membayar iuran (sekitar 56 persen peserta yang patuh membayar iuran, sementara rasio klaim mencapai 300 persen).
Besaran biaya tindakan yang tinggi tersebut, katanya, untuk upaya tindakan terhadap penyakit-penyakit kronis seperti penyakit jantung, ginjal dan kanker. Sedangkan alokasi anggaran untuk upaya pencegahan relatif rendah.
“Jadi, bagaimana Indonesia dapat mengatasi masalah defisit ini, sementara kapasitas keuangan pemerintah untuk melakukan investasi di bidang kesehatan sangat terbatas?,”katanya.
Dalam buku ini, Laksono yang juga merupakan staf ahli Menteri Kesehatan memberikan rekomendasi diantaranya perlu melibatkan sektor swasta dalam mengembangkan sistem kesehatan. Dia membayangkan kelak BPJS Kesehatan fokus pada pelayanan kesehatan mendasar yang terstandarisasi, sementara layanan kesehatan dengan teknologi tinggi dilakukan bersama sektor swasta.
Di tengah kondisi yang kurang baik, inovasi di bidang kesehatan menjadi berita yang membahagiakan dan membanggakan. Hal itu disampaikan Prof. Adi Utarini yang menuliskan tentang jalan panjang riset selama 10 tahun untuk mengatasi masalah demam berdarah yang merupakan penyakit yang masih kerap berakibat fatal di Indonesia.
“Pendekatan inovatif tim peneliti dari World Mosquito Program Yogyakarta telah melakukan injeksi bakteri Wolbachia ke nyamuk Aedes pembawa penyakit demam berdarah (dengue). Bakteri Wolbachia membuat virus dengue tidak bisa replikasi di dalam tubuh nyamuk Aedes, sehingga ketika nyamuk menggigit manusia, tidak tertular penyakit demam berdarah. Ini merupakan upaya semacam vaksinasi untuk nyamuk,” imbuhnya.
Penulis : Agung Nugroho