JOGJA (KU) – Terpilihnya incumbent dan orang terdekat mantan Bupati periode pemerintahan yang lalu dalam pemilukada DIY perlu diwaspadai terhadap rawannya potensi korupsi. Hal itu disebabkan jaringan-jaringan kekuasaan dan bisnis semakin mendapat perlindungan setelah berkuasanya kembali orang-orang lama ataupun orang baru yang mempunyai hubungan sangat dekat dengan penguasa lama.
“Pengawasan terhadap jalannya pemerintahan daerah di DIY yang dipimpin oleh kepala daerah yang baru saja terpilih wajib hukumnya. Terlebih incumbent kembali berkuasa, mengingat korupsi sangatlah dekat dengan kekuasaan. Semakin lama kekuasaan tersebut dipegang, maka akan semakin mudah bertindak koruptif,†kata peneliti Pusat Kajian Anti (PUKAT) Korupsi UGM, Hifdzil Alim, Kamis (3/6).
Seperti diketahui, berdasarkan hasil penghitungan KPUD masing-masing kabupaten, di Sleman, pasangan Sri Purnomo-Yuni Satia Rahayu meraih 35,15 persen suara. Di Bantul, pasangan Suryawati-Sumarno meraih 67,7 persen suara. Sementara itu, di Gunung Kidul, pasangan Sumpeno Putro-Badingah meraih 36,03 persen suara. Sri Purnomo merupakan pelaksana tugas (Plt.) Bupati Sleman, sedangkan Sumarno dan Badingah saat ini masih menjabat sebagai wakil bupati. “Khusus untuk Ida Samawi, walaupun tidak disebut incumbent, namun bupati terpilih Ida Samawi adalah istri dari Idham Samawi, yang tidak lain adalah Bupati Bantul yang masih menjabat sekarang,†katanya.
Hifdzil menambahkan dalam beberapa tahun terakhir, korupsi telah terdesentralisasi dan mengakar kuat di daerah. Digelarnya 246 pemilukada tahun ini disinyalir dapat menjadi pintu masuknya korupsi mengingat mahalnya ongkos pencalonan menjadi kepala daerah. “Terlebih lagi bagi calon incumbent yang notabene memiliki kekuasaan serta jaringan yang lebih besar dibanding calon yang lain,†pungkasnya.(Humas UGM/Gusti Grehenson)