Sejumlah mahasiswa UGM berhasil mengembangkan aplikasi pembelajaran yang mampu menebus batasan ruang, waktu, dan bahasa. Ferro Ferizka (Teknik Elektro), Iqbal Satrio Nindito (Ekonomi Manajemen), Riza Oktavian (Ilmu Komputer), dan Gathot Fajar (Ilmu Komputer) menciptakan sebuah aplikasi guna mengatasi minimnya penyelenggaraan pendidikan di daerah terpencil di Indonesia.
Berbagai persoalan, seperti minimnya sarana dan prasarana pendidikan serta kelangkaan tenaga pengajar, mendorong keempat mahasiswa tersebut mengembangkan aplikasi untuk mentransfer ilmu. Aplikasi yang dimaksud adalah Multiuser Interactive Multitouch Box (Mimbo). Aplikasi ini mengantarkan sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Tim Wolfgang meraih juara III dalam kompetisi Imageni Cup 2010. Kegiatan digelar pada 11 Mei lalu di Jakarta.
Ferro Feriza selaku ketua tim menjelaskan Mimbo terdiri atas dua aplikasi yang saling berhubungan, yaitu aplikasi untuk siswa dan aplikasi untuk pengajar dan komunitas. Aplikasi untuk siswa berupa komputer dengan menggunakan teknologi layar sentuh multipoint, yang dapat digunakan oleh empat siswa secara bersamaan.
Lebih lanjut disebutkan Ferro, Mimbo memiliki fitur-fitur yang menarik, misalnya streaming class dan global consulting room yang dilengkapi dengan translated chat. Dengan adanya streaming class, dimungkinkan terlaksananya kegiatan belajar mengajar secara virtual menembus ruang dan waktu. “Kami mengembangkan aplikasi ini guna mengatasi masalah kelangkaan sekolah di pedalaman yang menyebabkan para siswa harus menempuh jarak yang jauh, yang sering menyebabkan siswa datang terlambat. Misal ada yang datang terlambat, guru jadi mengulang kembali sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi tidak efektif,” jelasnya, Kamis (3/6), di Ruang Fortakgama UGM.
Fasilitas translated chat pada global consulting room, lanjut Ferro, mempermudah siswa yang ingin berkonsultasi dengan guru di seluruh belahan dunia tanpa ada halangan bahasa. Translated chat adalah sebuah program yang secara otomatis menerjemahkan bahasa yang digunakan dalam konsultasi. “Fitur ini kami sertakan untuk menjembatani kesulitan komunikasi/bahasa dalam proses konsultasi. Jadi, semisal siswa Indonesia ingin berkonsultasi dengan guru dari Jepang, tinggal menuliskan pertanyaan dalam bahasa Indonesia. Pertanyaan yang diosampaikan siswa tersebut secara otomastis akan diterima guru dalam bahasa Jepang, begitu pula sebaliknya,” urainya.
Ditambahkan oleh Iqbal Satrio Nindito, dengan aplikasi Mimbo ini, di samping membantu kelancaran transfer pengetahuan, juga mampu menghemat anggaran pendidikan. “Dengan pengimplementasian aplikasi ini mampu menghemat 40% biaya pendirian sekolah yang kurang lebih berkisar 800 juta rupiah,” terangnya.(Humas UGM/Ika)