Dua orang dosen sekaligus peneliti dari Universitas Gadjah Mada mendapat penghargaan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI sebagai pakar yang telah memberikan dedikasi dan kontribusi keahliannya dalam mendukung kinerja BPOM RI. Kedua orang peneliti tersebut adalah Dosen Fakultas Teknologi Pertanian, Prof. Dr. Ir. Endang Sutriswati Rahayu, dan Dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK), dr. Jarir At Thobari, Ph.D. Pemberian piagam penghargaan ini diberikan pada perayaan HUT BPOM RI ke-22 di Ciputra Artpreneur Theater Jakarta 15 Februari lalu.
Kepada wartawan, Endang Sutriswati Rahayu yang akrab disapa Trisye, mengaku senang dan mengapresiasi atas pemberian penghargaan dari BPOM RI. Meski ia sendiri tidak menyangka akan mendapat penghargaan tersebut. “Tentu saja saya sangat senang sekali karena mendapatkan penghargaan ini. Sama sekali tidak terpikirkan sebelumnya,” katanya, Rabu (22/2).
Trisye mengaku sudah ikut membantu menyusun regulasi BPOM terkait klaim probiotik sejak tahun 2005 silam. Namun, sesuai dengan perkembangan zaman, regulasi terus disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku secara internasional agar terdapat harmonisasi regulasi terutama dengan negara-negara tetangga. “Regulasi terkait klaim probiotik pada bahan pangan yang terbaru dikeluarkan tahun 2022 lalu. Saya terlibat dalam penyusunannya,” ujarnya.
Selain ikut menyusun regulasi, ia juga dilibatkan BPOM sebagai pakar pada sidang Codex Committee on Food Additives (CCFA) membahas regulasi terkait minuman berbasis susu fermentasi di New Zealand tahun 2008. Bahkan, beberapa kali bersama pakar lain dari ITB dan IPB mengikuti sidang codex terkait dengan cemaran pada bahan pangan, khususnya terkait mikotoksin. “Sejak pandemi sidang codex terkait cemaran dilaksanakan secara online, sidang codex terakhir ini berlangsung pada bulan Mei 2022,” katanya.
Dikenal sebagai peneliti soal kandungan probiotik pada pangan, Trisye mengatakan sudah menggeluti penelitian ini lebih dari 20 tahun bahkan hasil penelitiannya akan dihilirisasi. “Hasil penelitian kami juga siap diadopsi oleh industri, harapannya produk probiotik indigenous segera beredar di pasar,” jelasnya.
Ia menjelaskan penelitian probiotik indigenous yang ia lakukan sudah melalui tahapan skrining sampai dengan uji klinis pada manusia untuk mempelajari manfaat kesehatan. Beberapa uji yang sudah dilakukan dan bahkan sudah dipublikasikan adalah manfaat probiotik indigenous bagi anak-anak stunting, responden obesitas, diabetes, dan tekanan darah tinggi. “Saat ini sedang kita lakukan studi manfaat probiotik indigenous untuk penderita fatty liver (perlemakan hati) bekerja sama dengan universitas lain,” paparnya.
Dari hasil-hasil uji klinis, kata Trisye, diketahui probiotik indigenous yang ia kembangkan potensial menjaga kesehatan tubuh melalui peningkatan kesehatan saluran cerna. Bahkan, probiotik ini juga dapat digunakan untuk menurunkan kasus diare pada pasien OTG Covid-19. Menurutnya, intervensi dari probiotik ternyata setelah diuji secara signifikan dapat meringankan keluhan yang dirasakan pasien serta dapat menekan kejadian diare pada pasien OTG Covid-19 dengan mengatasi keluhan dysbiosis. “Dysbiosis ini juga dapat berdampak pada munculnya diare. Intervensi probiotik diperkirakan dapat membantu mengatasi dysbiosis melalui kemampuannya berkolonisasi di usus, memberikan proteksi pada epitel, menyehatkan lingkungan usus dan meningkatkan sistem imun tubuh, sehingga berperan dalam proses kesembuhan pasien Covid-19,” pungkasnya.
Penulis: Gusti Grehenson