Gaya hidup mewah di lingkungan pegawai Ditjen Pajak menjadi perbincangan masyarakat tanah air. Sorotan ini menguak usai kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satrio, putra pejabat Ditjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo, yang seringkali memamerkan kekayaannya di media sosial.
Sosiolog UGM, Dr. Andreas Budi Widyanta, S.Sos., M.A., menilai gaya hidup mewah yang ditunjukkan salah satu pejabat Ditjen Pajak ibarat fenomena gunung es. Praktik-praktik serupa diduga masih terjadi di kalangan pejabat lainnya.
“Ini seperti fenomena gunung es, yang kelihatan baru puncaknya saja sementara di bawah lautan jumlahnya banyak dan belum teridentifikasi. Inilah yang menyebabkan kenapa ketimpangan ekonomi bangsa menganga lebar,”jelasnya Senin (27/2).
Andreas Budi mengatakan di era saat ini gaya hidup yang memosisikan aspek-aspek materialisme sebagai penanda seseorang memiliki gaya hidup lebih dari yang lain kian terlihat jelas. Dengan begitu penumpukan basis material menjadi bagian dari eksistensi seseorang utk menunjukkan kepada dunia akan kelas sosial elite berbeda dengan kebanyakan orang. Tidak sedikit yang akhirnya masuk ke dalam perangkap besar liberalisasi ekonomi, konsumerisme, dan gaya hidup elite.
“Gaya hidup semacam itu membawa dampak berat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Jadi tidak pernah punya kepekaan, ada begitu banyak orang yang sumber keuangan negara akan dihabiskan dengan perlombaan gaya hidup seperti itu. Apalagi itu pejabat publik, seharusnya lebih bersahaja,” paparnya.
Dosen Departemen Sosiologi FISIPOL UGM ini menyebutkan praktik gaya hidup yang kompetitif dan berlomba mengejar kelas elite yang diglorifikasi tanpa disadari telah mengkhianati kehidupan bersama sebagai sesama warga negara.
“Ini menjadi bentuk pengkhianatan solidaritas hidup bersama sebagai bangsa-negara,”tuturnya.
Menurutnya, saat ini pemerintah perlu melakukan pembenahan melalui revolusi mental para pejabat publik, terutama yang terkait dengan keuangan. Selain itu juga didukung transparansi yang kuat terhadap pengelolaan keuangan negara .
“Ada kemerosotan moral pejabat publik kita sehingga perlu segera dilakukan tindakan revolusi mental,” terangnya.
Penulis: Ika
Foto: www.pajakku.com