Pandemi COVID-19 menambah tinggi beban pekerjaan tenaga kesehatan di Indonesia, sehingga meningkatkan risiko terjadinya kelelahan atau burnout sebesar 2 kali lipat. Hasil sebuah penelitian survei pada akhir tahun 2020 menyimpulkan bahwa 83% tenaga kesehatan di Indonesia mengalami kelelahan pada tingkat sedang hingga tinggi.
Mahasiswa Program Doktor Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, Sisca Mayang Phuspa, mengembangkan Pandemic Burnout Inventory sebagai instrumen penilaian burnout dalam situasi pandemi Covid-19 pada tenaga kesehatan.
“Ketidakpastian situasi akibat naik dan turunnya kasus Covid-19 di Indonesia yang memengaruhi beban dan prosedur kerja inilah yang kemudian menguras energi dan memberikan tekanan psikologis khususnya pada tenaga kesehatan yang menjadi garda terdepan dalam penanganan pandemi Covid-19,” terangnya saat mempresentasikan hasil penelitiannya pada Ujian Terbuka Program Doktor, Selasa (7/3).
Ia menerangkan, burnout pada awal kemunculan istilahnya didefinisikan sebagai manifestasi kelelahan emosional dan sinisme yang sering terjadi pada pekerja-pekerja di bidang pelayanan sosial yang merupakan respons terhadap stressor interpersonal terkait dengan pekerjaan.
Namun seiring berjalannya waktu, berkembanglah istilah parental burnout, student burnout, bahkan yang terkini adalah pandemic burnout. Hal ini terjadi karena burnout dianggap tidak hanya terjadi dalam konteks pekerjaan di bidang pelayanan/jasa namun juga relevan di berbagai jenis pekerjaan dan populasi.
Instrumen yang dirancang oleh Sisca memiliki 14 item pertanyaan yang mencakup lima aspek, yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi, penurunan capaian diri, gejala psikosomatis, serta kecemasan akibat situasi pandemi. Bunyi item pertanyaan di antaranya “saya lebih sering merasa sedih sejak pandemi”, “saya lebih sering mengalami sakit pada lambung sejak pandemi”, dan “pasien/keluarga pasien sering menyalahkan saya atas masalah mereka”.
Konseptualisasi pandemic burnout dilakukan dengan metode wawancara mendalam semi-terstruktur pada tenaga kesehatan dari berbagai daerah di Indonesia, dengan jumlah partisipan sebanyak 30 orang yang terdiri dari kelompok tenaga kesehatan berbagai profesi di RS rujukan COVID-19 yang berpotensi mengalami burnout, dan kelompok praktisi (psikolog klinis dan psikiater) yang biasa melakukan penilaian dan memberikan perawatan pada pasien yang mengalami burnout.
“Proses eksplorasi pemahaman dan pengalaman terkait pandemic burnout dilakukan dengan pendekatan dialektik. Analisis konten kualitatif dilakukan bersamaan dengan penjabaran kerangka teoretik,” paparnya.
Sisca menambahkan, validitas isi berdasarkan penilaian ahli menunjukkan hasil yang sangat baik. Dari serangkaian pengujian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Pandemic Burnout Inventory secara umum telah memenuhi kriteria instrumen yang baik menurut ahli psikometrika, yaitu objektif, standar, valid dan praktis.