Perwakilan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia, Valerie Julliand, mengunjungi Universitas Gadjah Mada (UGM). Dalam kunjungan yang didampingi Center for Digital Society (CfDS) Fisipol UGM, ia memberikan kuliah umum tentang ketidaksetaraan gender yang semakin meningkat, termasuk kesenjangan digital antara laki-laki dan perempuan.
Dalam kesempatan ini, ia menyoroti pentingnya mendobrak stereotipe, bias, dan hambatan struktural dalam mewujudkan kesetaraan gender. Hal itu ia ungkap dalam diskusi dengan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) UGM dan masyarakat umum dalam rangka peringatan Hari Perempuan Internasional yang mengangkat tema “DigitALL: Inovasi dan Teknologi untuk Kesetaraan Gender”.
“Jika berbicara ketidaksetaraan gender, saat ini memang semakin meningkat, termasuk kesenjangan digital antara laki-laki dan perempuan,” jelasnya di Gedung Auditorium Mandiri Fisipol UGM, Selasa (7/3).
Di Indonesia, menyitir data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2020, secara nasional, persentase lulusan STEM (Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika) di perguruan tinggi masih rendah yaitu 32 persen, dan didominasi oleh lulusan laki-laki. Sedangkan menurut UNESCO, sebanyak 61 persen wanita mempertimbangkan stereotipe gender saat mencari pekerjaan, dan 50 persen wanita tidak tertarik untuk bekerja di bidang STEM karena dominasi pria. Sementara itu, secara global, pria 21 persen lebih sering online dibandingkan wanita dan di industri teknologi pria lebih banyak daripada wanita dengan perbandingan dua banding satu.
“Perbandingan yang lebih buruk lagi di bidang Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligent) yaitu lima banding satu,” katanya.
Untuk mengatasi masalah ini, PBB menyerukan tindakan di beberapa bidang. Diantaranya menutup semua kesenjangan dalam akses dan keterampilan digital, menghilangkan hambatan sistemik dan mendukung partisipasi dan kepemimpinan perempuan dan anak perempuan dalam pendidikan dan karier STEM. Menciptakan teknologi yang memenuhi kebutuhan perempuan dan anak perempuan, dan mengatasi kekerasan berbasis gender yang difasilitasi oleh teknologi.
“Sistem PBB di Indonesia bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan untuk menyediakan akses ke pengembangan keterampilan kewirausahaan digital, memperkuat dan mendorong lingkungan yang mendukung pemberdayaan ekonomi perempuan, serta mempromosikan perempuan dan anak perempuan dalam STEM dan inkubator inovasi, dan terus menerus menumbuhkan para pejuang perubahan,” tuturnya.
Dekan Fisipol UGM, Wawan Mas’udi, mengapresiasi kedatangan UNRC Indonesia. Terlebih adanya diskusi tentang isu global yang juga terkait program triple concern malik Fisipol UGM.
“Kami sebut Triple Disruptions yaitu Covid-19, isu Perubahan Iklim dan Transformasi Digital atau Revolusi Digital. Merupakan suatu kesenangan bagi kami dan kami sangat terbuka terhadap peluang-peluang lain yang dapat mengantarkan kami pada kerja sama dan kolaborasi di masa mendatang,” katanya.
Kuliah umum ini diselenggarakan dengan dukungan dari FISIPOL, Global Engagement Office dan Centre for Digital Society. Sebagai bagian dari kunjungannya ke Yogyakarta, Vlerie Julliand juga mengunjungi beberapa program yang didukung oleh PBB. Salah satunya proyek startup Banoo.
Penulis : Agung Nugroho