Isu tentang maraknya kemunculan Artificial Intelligence (AI) baru-baru ini menuai banyak pro kontra. AI dibuat dengan tujuan utama memudahkan berbagai aktivitas manusia, namun keberadaannya justru dianggap menghilangkan unsur manusiawi dalam sebuah sistem. Menanggapi hal tersebut, Universitas Gadjah Mada mengadakan seri webinar bertema “Artificial Intelligence (AI) Society UGM” pada Jumat (10/3).
“Forum AI Society UGM ini memang khusus dibentuk untuk menanggapi isu AI saat ini. Kami ingin melihat sebenarnya bagaimana saja persoalan AI bisa muncul. Sebagai salah satu perguruan tinggi di Indonesia, kami mencoba berinisiatif untuk melihat AI dari berbagai sisi,” ucap Prof. Dr. Wening Udasmoro, S.S., M.Hum., DEA, Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran. Tidak hanya sebagai forum diskusi, AI Society juga berusaha merintis nilai-nilai baru berbasis AI dan leadership.
Wening mengungkapkan, terdapat tiga komponen utama yang perlu diperhatikan di era AI ini. Pertama adalah leadership, tentang bagaimana inklusivitas harus diwujudkan dalam sistem. Kedua adalah culture, melalui inovasi dan kolaborasi yang membentuk budaya, dan ketiga adalah kejelasan tujuan dalam setiap langkah. “Kita ingin AI ini menjadikan kita tetap berada dalam moral-moral dan nilai-nilai yang harus dipertahankan. Jadi jangan sampai dengan adanya AI, ada aspek-aspek ethical yang kita tinggalkan,” tambahnya.
Keberadaan AI tidak seharusnya dimanfaatkan hanya untuk mendapatkan kemudahan, namun justru bisa menjadi peluang untuk memunculkan inovasi dan penelitian baru. Untuk mencapai hal tersebut, tentunya diperlukan kerja sama antara berbagai stake holders, termasuk masyarakat, pemerintah, akademisi, dan industri. Webinar yang juga disiarkan langsung melalui kanal YouTube tersebut mengundang para ahli di bidang akademik dan industri untuk turut memberikan pandangannya terhadap isu AI.
Dr. Mardhani Riasetiawan, SE.,Ak., M.T, Dosen Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika FMIPA UGM, menuturkan tentang bagaimana masyarakat saat ini dituntut untuk ikut mengikuti berkembangnya teknologi. “Starting point untuk mendesain advanced techonology map ini adalah berpikir secara global, tidak lagi lokal. Ini juga menjadi salah satu langkah untuk mewujudkan visi Indonesia di 2045,” tuturnya.
Visi menuju dunia dengan AI ini membuka ruang baru yang sangat luas, baik dalam konteks peluang maupun tantangannya. Dibutuhkan kolaborasi dan sinergi yang mumpuni dengan berbagai pihak agar menciptakan lingkungan berteknologi yang baik. Harapannya, dibentuknya AI Society UGM mampu memfasilitasi langkah tersebut sebagai bentuk kontribusi lembaga akademis bagi keberlanjutan kehidupan masyarakat digital.
Penulis: Tasya