Ajang kompetisi tahunan Festival Ajisaka 2023 yang diadakan oleh Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM berlangsung meriah pada 10-11 Maret 2023. Tahun ini, Festival Ajisaka mengusung tema gerakan anti kekerasan berbasis gender online (KBGO) dalam tajuk “Agnia Abhipraya” atau yang bermakna pembawa cahaya pengharapan. Serangkaian acara termasuk perlombaan, roadshow, dan talkshow telah digelar sejak 2022 lalu.
Pemilihan tema KBGO ini bukan tanpa sebab. Pasalnya, dinamika masyarakat digital yang pesat menyebabkan terjadinya disrupsi di ruang yang baru. Definisi kekerasan dan pelecehan seksual sebelum era digital hanya dimaknai sebagai tindakan nyata, sedangkan saat ini kebebasan media digital menyebabkan munculnya tindak kejahatan baru. Melalui salah satu rangkaian Festival Ajisaka, yaitu talkshow berjudul “Objektifikasi Perempuan dalam Framing Berita: Masih Adakah Ruang Aman bagi Perempuan di Media?” membahas tuntas terkait berbagai bentuk kekerasan seksual yang terjadi di media, khususnya yang dialami oleh perempuan.
“Kita bisa melihat media sekarang berubah, namun orang-orang masih tetap sama. Cara mereka mengobjektivikasi dan men-dehumanisasi perempuan dan kelompok rentan lainnya itu semakin parah. Tapi, faktor menyenangkannya adalah publik sebagai pengawas media ini bekerja dengan efektif,” tutur Kalis Mardiasih, seorang penulis dan aktivis yang gencar mengkritisi isu-isu terkait objektivikasi perempuan. Menurut apa yang ia amati, objektivikasi perempuan memiliki beragam bentuk, tergantung bidangnya. Pada dasarnya, media akan selalu membuat framing yang menarik perhatian publik, dan sayangnya, objektivikasi perempuan selalu menjadi pilihan.
“Bingkai dan framing berita terkait representasi dan objektivikasi perempuan ini akan sulit dihilangkan jika pembuat kebijakan tidak memiliki kesetaraan gender. Kedua, kalau bicara tentang kontennya, ruang-ruang suara di media baru ini menjadi penting,” ungkap Dosen Ilmu Komunikasi, Dr. Dian Arymami, S.I.P., M.Hum. Krisis isu gender telah banyak disuarakan oleh berbagai pihak, mengenai bagaimana representasi perempuan di ruang publik.
Pesan anti kekerasan seksual berbasis gender ini turut disampaikan melalui lima mata lomba Festival Ajisaka, yaitu Nakula (Penelitian Kawula Muda), Kresna (Kreasi Insan Sinema), Arjuna (Ajang Citra Sejuta Warna), Sadewa (Sayembara Dewa Pariwara), dan Prahasta (Pertempuran Humas Nusantara). Seluruh karya peserta finalis ditampilkan dalam pameran yang digelar sepanjang malam puncak. Uniknya, setiap karya berhasil mengemas pesan anti KBGO melalui representasi stigma-stigma di masyarakat terkait gender.
“Serangkaian kegiatan telah kita laksanakan untuk menyebarkan kesadaran mengenai pentingnya kita aware dengan kekerasan gender di Indonesia ini. Saya ucapkan terima kasih banyak atas partisipasinya, saya kira langkah ini akan sangat berarti untuk menciptakan dunia yang setara bagi kita semua,” kata Nadif Fajar, selaku Ketua Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi.
Penulis: Tasya