Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Universitas Gadjah Mada kembali mengadakan ruang diskusi dalam menanggapi isu lingkungan di bidang pariwisata masa kini. Diskusi tersebut disiarkan langsung melalui kanal YouTube PSLH UGM pada Selasa (14/3). Mengangkat topik tentang pembangunan pariwisata, diskusi kali ini bertema “Urun Rembug Manusia dan Lingkungan: Green Investment dalam Pembangunan Wisata Berkelanjutan”.
“Masyarakat saat ini melakukan segala kegiatan secara online, termasuk di bidang perdagangan. Namun hal ini tidak bagi bidang pariwisata. Tidak ada ceritanya, kita kangen Yogyakarta kemudian melihat YouTube saja,” tutur Kepala PSLH UGM, Dr. M. Pramono Hadi, M.Sc.. Hal tersebut menjadi keresahan utama ketika menghadapi isu lingkungan. Bidang pariwisata tentu senantiasa melibatkan pembangunan infrastruktur baik yang baru maupun untuk mengelola yang sudah ada. Tapi jika pembangunan ini tidak dilakukan dengan memperhatikan aspek berkelanjutan, maka lingkunganlah yang menjadi korbannya.
“Sebagai pusat studi, PSLH UGM bertanggung jawab juga untuk mendukung pengembangan SDM secara interdisiplin dan transdisiplin. Maka, hasil riset-riset ini nantinya bisa diseminasikan di masyarakat,” kata Dr. Mirwan Ushada, S.T.P., M.App.Life.Sc., Direktur Penelitian UGM, yang mewakili Rektor UGM. Ia berharap hasil diskusi ini bisa dituangkan dalam policy brief yang akan memberi masukan pada kebijakan pemerintah.
Dalam menerapkan pariwisata berkelanjutan, diperlukan tiga aspek mendasar. Pertama, pembangunan pariwisata harus dirancang dengan memperhatikan kebutuhan generasi mendatang. Kedua, diharapkan pembangunan juga mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal. Terakhir, adanya unsur penguatan tradisi dan kearifan lokal untuk memperkuat pengelolaan daya tarik lingkungan.
“Melalui G20 di Bali kemarin, Kemenparekraf juga mendorong agar pariwisata berkelanjutan bisa membangkitkan kembali sektor pariwisata dan industri kreatif kita setelah pandemi. Paling tidak sektor ini ditargetkan bisa menghasilkan hingga 3 juta lapangan kerja,” ucap Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong, Ph.D.
Ia bercerita, persoalan pembangunan pariwisata ini tidak hanya sampai di sana. Kasus di Bali mengungkapkan bahwa marak terjadi pengalihan kepemilikan dari masyarakat lokal ke pemilik non-WNI. “Hal ini juga perlu kehati-hatian. Sektor seperti ini rawan diambil alih karena sektor pariwisata khususnya tourism melibatkan mobilitas manusia, dan tentunya rawan terjadi pengalih kekuasaan,” tambahnya.
Target pariwisata berkelanjutan tentu tidak akan berlajan dengan baik jika terjadi banyak hambatan dari segi yang tidak direncanakan sebelumnya. Interaksi antar masyarakat asing dan lokal perlu ditinjau lebih lanjut sebagai dasar rancangan preventif kasus tersebut.
Penulis: Tasya