Setelah lebih dari 11 tahun penelitian, World Mosquito Program Yogyakarta yang merupakan kolaborasi antara Yayasan Tahija, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) dan Monash University mengakhiri serangkaian proyek kegiatan. Sebagai ungkapan terima kasih atas dukungan yang diberikan selama ini oleh pemangku kepentingan dari masyarakat di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul digelar Fragmen Witing Tresna Jalaran Saka Wolbachia.
Fragmen Wolbachia bersama Den Baguse Ngarso, yang berlangsung pada 15 Maret 2023 mengisahkan perjalanan Wolbachia selama lebih dari satu dasawarsa terakhir. Turut tampil dalam fragmen ini Prof. dr. Adi Utarini dari WMP Yogyakarta, Trihadi Saptoadi dari Yayasan Tahija, dan Totok Pratopo dari Pamerti Kali Code sebagai perwakilan tokoh masyarakat di Kota Yogyakarta.
Turut memerihkan Andri Afriyanto, Staf Sekretaris Daerah Sleman sebagai perwakilan dari Program Si Wolly Nyaman dan drg. Suyatmi, Kepala Puskesmas Sanden sebagai perwakilan program WoW Mantul. Fragmen Wolbachia Witing Tresna Jalaran Saka Wolbachia dapat digelar secara live streaming di channel YouTube World Mosquito Program Yogyakarta serta Center for Tropical Medicine.
Project Leader WMP Yogyakarta, Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc., M.P.H., Ph.D., mengungkapkan melalui fragmen Wolbachia, WMP Yogyakarta ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung dan terlibat dalam penelitian yang berlangsung di Kota Yogyakarta, serta implementasi Wolbachia yang terintegrasi dengan program pengendalian DBD di Kabupaten Sleman dan Bantul. Menurutnya, tanpa adanya dukungan dari pemerintah dan masyarakat, penelitian WMP Yogyakarta tidak akan membuahkan hasil terbaik seperti saat ini.
“Dari penelitian Aplikasi Wolbachia dalam Eliminasi Dengue (AWED) yang dilaksanakan di Kota Yogyakarta pada periode 2017-2020, menunjukkan teknologi Wolbachia efektif menurunkan 77 persen kasus dengue dan menurunkan 86 persen tingkat rawat inap karena DBD. Dari hasil efikasi Wolbachia yang tinggi tersebut, kemudian kami memperluas manfaat Wolbachia di seluruh wilayah Kota Yogyakarta,” ungkap Adi Utarini, di Kampus UGM, Rabu (15/3).
Implementasi Wolbachia pun diperluas di Sleman dan Bantul yang terintegrasi dalam program pengendalian DBD oleh setiap pemerintah kabupaten. Di Sleman bertajuk program “Si Wolly Nyaman” Wolbachia, Nyamuk Aman Cegah DBD di Sleman. Program ini diimplementasikan di 13 kepanewon, 39 kalurahan, dan 588 padukuhan.
Program di Sleman inipun mendapat dukungan dari 20 puskesmas yang melibatkan sekitar 3.000 kader kesehatan. Dalam implementasinya dilakukan peletakan sebanyak 21.492 ember nyamuk, dan berdasarkan pemantauan yang ke-6, persentase nyamuk ber-Wolbachia telah stabil tinggi di 72 persen.
Di Bantul, program implementasi Wolbachia bernama WoW Mantul “Wolbachia wis Masuk Bantul”. Program ini dilaksanakan di 11 kepanewon, 38 kalurahan, dan 519 padukuhan.
Bekerja sama dengan 18 puskesmas dan 3.200 kader kesehatan, terdapat 22.154 ember nyamuk dititipkan di fasilitas umum serta rumah orang tua asuh nyamuk ber-Wolbachia. Berdasarkan pemantauan nyamuk yang ke-5, persentase Wolbachia telah stabil tinggi di 75 persen.
“Kami tentunya menyampaikan terima kasih kepada pemerintah daerah, Dinas Kesehatan sebagai leading sector di 3 daerah tersebut, puskesmas, kepanewon, kalurahan, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan di Kota Yogyakarta, unsur Muspika Kabupaten Sleman dan Bantul, padukuhan, kader kesehatan, dan orang tua asuh yang sudah bersama-sama mengupayakan suksesnya pelepasan nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia. Serta terima kasih kepada Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X, yang sedari awal sudah mengizinkan dan memberi dukungan terhadap penelitian ini,” tutur Prof. Adi Utarini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan Trihadi Saptoadi selaku Ketua Yayasan Tahija. Ia menyampaikan banyak terima kasih kepada pemerintah dan masyarakat Kota Yogyakarta yang telah terlibat dalam penelitian. Berkat dukungan dan penerimaan yang tinggi dari masyarakat maka terlihat bagaimana efikasi Wolbachia yang telah terbukti secara ilmiah dalam pengendalian DBD.
“Capaian penelitian ini merupakan sumbangsih Yogyakarta untuk dunia,” tegas Trihadi.
Trihadi menambahkan, apresiasi dan terima kasih juga diberikan kepada pemerintah dan masyarakat Kabupaten Sleman dan Bantul yang telah bersedia terlibat dalam penelitian pengendalian DBD ini sejak fase 2 dan fase 3.
“Di satu sisi, kita telah sukses mengembangkan teknologi Wolbachia sebagai inovasi dalam pengendalian DBD. Di sisi lain, masyarakat mempunyai peranan penting dalam keberhasilan ini,”ungkapnya.
Meski telah ada teknologi Wolbachia, warga Yogyakarta diajak untuk tetap menjalankan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus dan menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) agar terhindar dari DBD dan penyakit menular lainnya.
Penulis : Agung Nugroho