Memasuki tahun politik dan penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) pada tahun 2024, netralitas aparatur sipil negara (ASN) kembali menjadi perhatian publik. Seorang ASN dituntut netral dan harus bebas dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak pada kepentingan siapapun.
Untuk memahami asas netralitas ASN dalam Pemilu maka Direktorat Sumber Daya Manusia UGM menyelenggarakan Sosialisasi Netralitas ASN dalam Pemilu di lingkungan Universitas Gadjah Mada. Sosialisasi yang dilakukan secara hybrid menghadirkan tiga narasumber Prof. Dr. Agus Pramusinto, MDA, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara, Drs. Slamet Wiyono, MM, Kepala Bidang Mutasi dan Status Kepegawaian Kantor Regional I, BKN Yogyakarta dan Agus Muhamad Yasin, S.Sos., M.H., Kordiv Hukum dan Penyelesaian Sengketa, Bawaslu DIY.
Agus Pramusinto menyampaikan judul sosialisasi bukanlah merupakan ancaman untuk ASN tetapi sebagai bentuk pencegahan dan perlindungan terhadap netralitas karena tidak semua ASN tahu persis persoalan ini. Terlebih tahun ini sudah memasuki tahun politik dan di tahun depan dipastikan akan lebih ramai lagi.
Pemilu yang digelar 14 Februari 2024 dan Pilkada serentak 27 November 2024 akan berlangsung di 548 daerah. Bahkan, di daerah-daerah saat ini sesungguhnya sudah gaduh karena tidak sedikit Bupati atau Gubernur berkeinginan segera mengganti pejabat-pejabatnya karena potensial menjadi ancaman dalam pilkada kedepan. Karenanya salah satu dimensi netralitas dalam manajemen ASN dimaksud agar tidak terjadi pengisian jabatan karena afiliasi politik, dukung mendukung dan sebagainya.
“Inilah pentingnya dimensi netralitas dalam politik tahun depan ini. Kita ingin agar ASN fokus pada tugas pelayanan, tidak gaduh main WA, facebook hanya karena ingin mendukung calonnya. Sebab, hanya dari jempol tangan kita kalau tidak hati-hati akan menjadi masalah,” ujarnya di FEB UGM, Kamis (16/3).
Agus berharap agar ASN memastikan melakukan pelayanan yang adil dan tidak ada friksi antar ASN. Sebab, jika sudah dukung mendukung dikhawatirkan antar ASN bisa timbul friksi. Mana mungkin ASN mampu menjadi perekat NKRI kalau diantara mereka sendiri muncul friksi.
Berbagai bentuk pelanggaran yang mungkin dilakukan ASN antara lain memasang spanduk/baliho/alat peraga lainnya terkait bakal calon peserta pemilu dan pemilihan, sosialisasi/kampanye media sosial/online bakal calon (Presiden/Wakil Presiden/DPR/DPD/DPRD/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Wali Kota/Wakil Wali Kota). Bisa pula menghadiri deklarasi/kampanye pasangan bakal calon dan memberikan tindakan/dukungan secara aktif, dan membuat posting, comment, share, like, bergabung/follow dalam group/akun pemenangan bakal calon/ (Presiden/Wakil Presiden/DPR/DPD/DPRD/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Wali Kota/Wakil Wali Kota) dan lain-lain.
Dari berbagai bentuk pelanggaran tersebut bisa jadi kalau ada teman yang tidak suka karena postingan atau apapun bisa melaporkan ke Bawaslu. Bawaslu pun akan mengecek dan melaporkan ke KASN dan mau tidak mau KASN harus memproses.
“Itu mekanisme yang dilakukan. Terbukti melanggar ada konsekuensi dan sanksinya. Jadi, ini bukan mengancam tetapi upaya kami mencegah teman-teman agar tidak melakukan hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan,” ucapnya.
Untuk sanksi yang dijatuhkan PPK bisa hukuman ringan, sedang dan berat. Sanksi ringan bisa berupa teguran lisan dan tertulis, sedang terkena pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 persen selama 6 bulan, 9 bulan, atau 12 bulan. Sanksi berat bisa berupa pembebasan dari jabatan hingga pemberhentian dengan tidak hormat atas permintaan sendiri dan lain-lain.
Data Pelanggaran Netralitas Nasional tahun 2020-2022 menyebut sebanyak 2073 ASN dilaporkan, 1.605 (77.5 persen) ASN yang terbukti melanggar dan dijatuhi sanksi, dan sebanyak 1.420 (88 .5 persen) ASN sudah ditindaklanjuti oleh PPK dengan pemberian sanksi. Oleh karena itu untuk menghindari potensi pelanggaran, para ASN diharapkan untuk selalu memperhatikan UU No 5 tahun 2014 Tentang ASN, Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, dan Surat Keputusan Bersama Kemenpan, Kemendagri, KASN, BKN dan Bawaslu.
Slamet Wiyono menambahkan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menjamin ASN tetap netral diantaranya memberikan pemahaman terkait pentingnya netralitas dan dampak yang ditimbulkan akibat ketidaknetralan ASN dan memberikan pemahaman terkait regulasi serta menumbuhkan kesadaran ASN tentang pentingnya netralitas bagi ASN.
“Perlu dilakukan pengawasan internal dan eksternal dan pemberian sanksi bagi yang melanggar,” ungkapnya.
Sementara itu, masih maraknya fenomena pelanggaran netralitas ASN dalam Pemilu, menurut Agus Muhammad Yasin, disebabkan mentalitas birokrasi yang masih jauh dari semangat reformasi birokrasi yang mestinya mewujudkan ASN loyal pada pelayanan publik dan kepentingan negara daripada atasan atau aktor politik lokal. Selain itu, kepentingan politik partisan ASN yang punya irisan kekerabatan atau kesukuan dengan calon melahirkan politik identitas.
“Masih digunakannya pemilu/pemilihan sebagai tukar guling untuk mencari promosi jabatan. Juga intimidasi dan tekanan orang kuat lokal yang terlalu dominan kepada ASN yang berada dalam cengekraman ekosistem yang tidak menguntungkan. Sedangkan penegakan hukum masih birokratis, terlalu banyak melibatkan pihak dan belum sepenuhnya memberi efek jera pada para pelaku pelanggaran atas netralitas ASN,” katanya.
Penulis : Agung Nugroho