Disertasi Makna Determinasi Waktu-Kematian Berbasis Ide Kehendak Bebas Bagi Rekonstruksi Konsep Otonomi manusia menghantarkan Ranti Putriani, Director of Human Resources PT. Pradipta Adi Buwana, meraih gelar Doktor Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada. Ia lulus setelah berhasil mempertahankan disertasi tersebut di hadapan tim penguji di Fakultas Filsafat UGM, Jumat (17/3).
Penelitian tentang makna determinasi waktu-kematian berbasis ide kehendak bebas bagi rekonstruksi konsep otonomi manusia beranjak dari munculnya beragam definisi tentang kematian dan absurditas hubungan kehendak bebas dan otonomi manusia dalam penentuan waktu-kematian. Tujuan penelitian untuk memahami makna fundamental determinasi waktu-kematian, menganalisis secara kritis hubungan determinasi waktu-kematian dan ide kehendak bebas, dan menemukan nilai-nilai filosofis yang mendasari determinasi waktu-kematian berbasis ide kehendak bebas untuk selanjutnya digunakan sebagai landasan filosofis rekonstruksi konsep otonomi manusia.
“Penelitian ini merupakan riset kepustakaan yang menggunakan filsafat manusia sebagai objek formal dan determinasi waktu-kematian berbasis ide kehendak bebas sebagai objek material,” ujar Ranti Putriani.
Ranti mengungkapkan penelitian yang ia lakukan menggunakan metode penelitian filsafat yang pada tahap analisis data digunakan langkah-langkah metodis, historis, hermeneutika, heuristika, dan interpretasi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa determinasi waktu-kematian berbasis ide kehendak bebas merupakan konsekuensi logis dari hubungan dialektis yang terjadi antara kematian dan ide kehendak bebas.
Hubungan dialektis tersebut menghasilkan sintesis baru yang berpusat pada diri manusia. Apabila manusia sebagai pusat dialektika tersebut memiliki kehendak bebas, maka manusia juga dikenai beban moral atas tindakannya. Sementara apabila hidup dan nasib manusia merupakan sesuatu yang terdeterminasi, maka manusia berusaha untuk memegang kendali dan memiliki kuasa sebagai makhluk otonom.
“Oleh karena itu, rekonstruksi konseptual otonomi manusia melibatkan segenap unsur otentik diri manusia, yaitu sebagai makhluk fisikal, spiritual, rasional, berkehendak, dan berkesadaran,” jelasnya.
Dalam disertasinya Ranti mengatakan membahas persoalan waktu-kematian dalam konteks filosofis akan bersinggungan dengan pembahasan yang bersifat saintifik dan religius. Merujuk kepada sejarah perkembangan filsafat, para filsuf abad pertengahan berupaya mendistingsi ilmu dan terutama agama dari filsafat yang murni dalam membicarakan esensi dan causa prima.
Upaya ini dilatarbelakangi oleh alasan historis, yaitu ketika para pemikir mendirikan lembaga, mereka ingin agar pemikiran mereka terbebas dari kungkungan otoritas gereja. Memang pada akhirnya filsafat di abad pertengahan tetap tidak bisa lepas dari pembahasan mengenai Tuhan, tetapi setidaknya sejarah terpanjang dalam perkembangan filsafat, para pemikir seperti Agustinus berhasil melecutkan diskontinuitas diskursus epistemologis mengenai causa prima di luar episteme otoritas gereja.
Poin utama yang hendak disampaikan dalam penelitian ini yaitu sisi saintifik keilmuan dan dogmatis religius itu dipakai sebagai titik berangkat sekaligus pembanding yang kontras dalam menggugat pemahaman manusia atas waktu-kematian secara filosofis. Penting untuk kembali ditekankan bahwa peneliti tidak sedang menggugat keniscayaan kematian, atau sebagaimana diungkap Heidegger yang mengatakan bahwa ketika lahir manusia sudah cukup tua untuk mati.
Dengan kata lain, persoalan utama penelitian tidak terletak pada perdebatan kematian itu sendiri, melainkan pada pertanyaan tentang kemungkinan campur tangan manusia dalam menawar waktu-kematiannya. Sebagai hasil penelitian yang menggunakan pendekatan kefilsafatan, maka pertanyaan-pertanyaan krusial penelitian dijawab melalui eksplorasi secara lebih mendalam terhadap pemikiran beberapa filsuf yang memiliki latar belakang beragam, mulai dari materialisme, idealisme dan spiritualisme, sampai dengan fenomenologi.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Kencana