YOGYAKARTA(KU)-Selasa pagi sekitar pukul 07.00-08.30, ada yang lain di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH) UGM. Mungkin tidak banyak orang yang tahu, setiap Selasa pagi di tempat tersebut berlangsung diskusi hangat membahas beberapa topik aktual, khususnya yang menyangkut eksistensi UGM dikaitkan dengan aktivitas seni dan budaya.
Tidak ada protokoler yang mengikat dalam diskusi itu. Setiap tamu yang datang dan akan ikut berdiskusi, dapat langsung menyantap menu sarapan pagi yang telah disediakan. Ini pula yang terjadi ketika Kabar UGM (KU) ikut dalam diskusi tersebut, Selasa (8/6/2010).
Menu bandeng bakar, tempe mendoan, oseng-oseng sayur kangkung, dan teh hangat menjadi pembuka diskusi yang dipimpin oleh Ketua Dewan Penasehat PKKH, Prof. dr. Soetaryo, Sp.A.(K). Selain Soetaryo, tampak pula hadir beberapa pengurus PKKH dan peserta diskusi dari beberapa fakultas, seperti Prof. Dr. Ir. Susamto Somawijaya, M.Sc. (Fakultas Pertanian), Dr. Daud Aris Tanudirdjo, M.A. (Fakultas Ilmu Budaya/FIB), Drs. Tri Kuntoro Priyambodo, M.Sc. (Fakultas MIPA), Drs. Arif Akhyat, M.A. (FIB), Dr. Tatang Hariri, M.A. (FIB), dan D.S. Nugrahani (FIB).
Diskusi semakin menarik dan bersemangat tatkala Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., dan Direktur Kemahasiswaan, Drs Haryanto, M.Si. ikut menyusul hadir dalam diskusi. Diskusi Selasa kali ini lebih banyak membahas konsep UGM sebagai universitas kultural yang berbudaya berbasis Pancasila, seperti yang disinggung oleh Rektor. Dikatakan bahwa UGM seharusnya dapat menjadi acuan atau contoh kampus yang berbudaya berbasis Pancasila. “Jadi, gambaran saya itu kalau mau lihat contoh budaya Pancasila di dalam kampus itu, ya UGM,†ujar Rektor.
Ditambahkan pula oleh Rektor bahwa budaya nasionalisme berbasis Pancasila saat ini mengalami pasang surut sehingga perlu dilakukan pembenahan dan pendekatan dari banyak aspek. Secara konkret, beberapa langkah nyata menuju arah tersebut telah ditempuh UGM, semisal dalam penerimaan mahasiswa baru melalui jalur Ujian Masuk (UM). Dalam UM UGM, diberikan porsi bagi mahasiswa dengan latar belakang suku dan daerah yang berbeda di seluruh Indonesia. “Melalui penerimaaan mahasiswa baru di UM UGM, kita jadikan UGM mikro Indonesia. Itu baru satu contoh dan masih banyak lainnya pula,” tuturnya.
Selain itu, topik lain yang tak kalah menarik dibicarakan, tetapi masih dalam bingkai besar kampus kultural berbasis Pancasila ialah rencana pengembangan aktivitas seni dan budaya di PKKH. Para pengurus saat ini tengah menggagas adanya Forum Budaya dan Pancasila dalam Tembang. Konsep awalnya, menurut Drs. Tri Kuntoro, M.Sc., forum tersebut nantinya akan melibatkan banyak pihak, seperti pelaku kethoprak atau wayang orang, pemerhati seni, dinas Kebudayaan, UKM, PEPADI, RRI, Pusat Studi Pancasila (PSP), Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Tamansiswa, hingga masyarakat umum.
“Misalnya nanti ada macapatan atau pentas kethoprak kemudian diterjemahkan oleh ahli/pemerhati, bahkan jika memungkinkan disiarkan media, seperti RRI atau TVRI. Pihak terkait dan masyarakat pun bisa ikut berpartisipasi di dalamnya,†kata Tri Kuntoro. Menurut rencana, kegiatan itu akan digelar rutin setiap Jumat Pahing malam. Sebelum digelar secara rutin, nantinya juga akan dilakukan pra-workshop terlebih dahulu. (Humas UGM/Satria)