Tantangan era siber tak hanya seputar pembangunan infrastruktur yang memadai, namun juga bagaimana mempersiapkan masyarakat untuk kehidupan serba digital. Mengangkat isu tersebut, Social Research Center (SOREC) UGM mengadakan acara bertajuk “Cybertalk: Gotong Royong Ilmu untuk Revolusi Mental di Era Siber” pada Jumat (31/3).
Ketua Pandi Institute, Prof. Yudho Giri Sucahyo, S.Kom., M.Kom., Ph.D., menjelaskan bagaimana Pandi Instititute berperan sebagai fasilitator sekaligus pelatihan di bidang siber.
“Kami mendapatkan penerimaan saat ini total dengan 736.000 lebih nama domain dengan pendapatan 50 miliar. Tentu saja dengan jumlah tersebut, harus ada darmabakti kami, yang dilakukan melalui training kepada banyak pihak, seperti guru, Polri, UKM, TNI, dan sebagainya. Termasuk kami punya program namanya Cybertalk dan ini adalah salah satu wujud gotong royong di mana perguruan tinggi bekerja sama dengan pemerintah dan komunitas teknis untuk berkolaborasi bersama,” tutur Prof. Yudho.
Ia menambahkan, persoalan utama muncul di tahun ini dan tahun berikutnya menjelang pemilu. Akan ada banyak ujaran dan berita yang tentu dapat memengaruhi opini masyarakat terhadap pemerintah. Jika tidak dipersiapkan secara matang sejak awal, maka besar kemungkinan akan muncul masalah yang mengancam persatuan nasional. “Salah satu riset sudah membuktikan bahwa negara kita ini merupakan netizen paling kurang ajar sedunia. Pertanyaannya, apakah hal itu mau kita benahi atau kita lestarikan,” tambahnya.
Indonesia menjadi salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki pengguna internet terbesar, tapi tidak dengan kesiapan masyarakatnya. Perilaku pengguna yang tergambar dari berbagai fenomena di dunia digital cukup mengisyaratkan bahwa masyarakat belum bisa menerima kebebasan digital dengan baik. “47% keadaban digital kita itu untuk hoaks dan penipuan. Kemudia 27% untuk ujaran kebencian, dan 13% untuk diskriminasi. Bisa dibayangkan dunia maya kita ini isinya seperti itu,” ungkap Didik Suhardi, Ph.D selaku Deputi V Kemenko PMK.
Menurut Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG., Ph.D., adanya kemudahan dan kebebasan di ruang digital menimbulkan perilaku dan kebiasaan baru. Memang jika dinilai dalam kecepatan informasi dan komunikasi, digitalisasi memiliki nilai unggul. Tapi di sisi lain, ada banyak kebiasaan-kebiasaan yang menghilangkan kedekatan batin dan hubungan antar manusia. Hal inilah yang harus diperkuat agar perilaku masyarakat di ruang digital juga dapat dibenahi di kemudian hari.
Penulis: Tasya