Setelah berhasil melakukan penelitian dengan baik selama 11 tahun dan efektif berhasil menurunkan 77 persen kasus DBD serta menurunkan 86 persen tingkat rawat inap akibat DBD, World Mosquiti Program Yogyakarta, Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) dan Yayasan Tahija memberikan apresiasi. Apresiasi dan rasa terima kasih disampaikan kepada banyak pihak yang telah mendukung jalannya penelitian dengan baik.
Apresiasi dalam bentuk dinner bertajuk Wolbachia, Sumbangsih Yogyakarta untuk Dunia digelar pada 31 Maret 2023 lalu dihadiri Setyarini Hestu Lestari, SKM, M.Kes, Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi DIY mewakili Gubernur DIY, dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D., FRSPH, Dekan FK-KMK UGM, dr. Sjakon George Tahija, Sp.M, Ketua Badan Pembina Yayasan Tahija, Ir. George S. Tahija, Badan Pengawas Yayasan Tahija, Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc, MPH, Ph.D, Project Leader WMP Yogyakarta dan perwakilan para pemangku kepentingan dari Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Bantul.
Dalam kesempatan ini, Sjakon G. Tahija bercerita panjang lebar bagaimana awal mula Yayasan Tahija memulai penelitian teknologi Wolbachia. 5 tahun sebelum dimulainya penelitian di 2011, Yayasan Tahija sudah melakukan penelitian pengendalian DBD dengan menggunakan larvacide. Sayang penelitian tersebut tidak berhasil dalam menekan kasus DBD di Kota Yogyakarta.
“Hingga suatu hari keluarga Tahija mengenal Wolbachia dan tertarik untuk mengembangkan penelitian pengendalian DBD dengan Wolbachia tersebut. Penelitian yang dilakukan sejak 2011 dilakukan secara rigid dengan standar penelitian yang tinggi untuk mengawal keberhasilan teknologi ini,” ujarnya.
Sjakon mengakui keberhasilan hasil penelitian yang luar biasa tersebut tentu tidak lepas dari dukungan banyak mitra, pemangku kepentingan dan masyarakat. Setidaknya program ini melibatkan lebih dari 8.000 kader kesehatan dari 3 wilayah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul.
Penelitian dan implementasi teknologi Wolbachia telah dilakukan di 122 kalurahan dengan area seluas 231 km2 persegi, dan telah melindungi 2,2 juta penduduk. Dengan keberhasilan yang luar biasa tersebut, Yayasan Tahija dan UGM sangat bersyukur bila Kementerian Kesehatan Republik Indonesia kemudian memutuskan untuk mengimplementasikan teknologi ini secara nasional di 5 kota dengan kasus DBD tinggi sebagai prioritas utama, yaitu di Jakarta Barat, Bontang, Semarang, Bandung, dan Kupang.
“Semoga kontribusi kita dapat menjadi sumbangsih kita dalam mewujudkan harapan Indonesia untuk dapat terbebas dari Demam Berdarah Dengue (DBD). Secara tulus kami Yayasan Tahija dan UGM mengucapkan terima kasih kepada semua mitra, para peneliti, dan semua karyawan yang telah berkomitmen dan bekerja keras mewujudkan keberhasilan proyek,” tandas Sjakon.
Kebahagiaan juga dirasakan Project Leader WMP Yogyakarta, Prof. Adi Utarini, M.Sc, MPH, Ph.D., yang berkesempatan melaporkan penelitian panjang World Mosquito Program Yogyakarta. Penelitian ini diawali dari penelitian laboratorium yang dipimpin oleh dr. Eggi Arguni Sp.A(K), Ph.D hingga menghasilkan bukti ilmiah di masyarakat yang memengaruhi kebijakan nasional.
Evidence dampak teknologi Wolbachia terhadap dengue diperoleh dengan metodologi terbaik dan membandingkan secara acak wilayah intervensi Wolbachia dengan wilayah pembanding. Studi di Yogyakarta ini merupakan penelitian pertama di dunia dengan hasil yang menunjukkan bahwa Wolbachia mampu menurunkan 77 persen kejadian infeksi dengue dan menurunkan 86 persen rawat inap di rumah sakit akibat dengue serta berhasil menurunkan 83 persen kegiatan fogging.
“Sebuah potensi efisiensi yang nyata karena fogging merupakan komponen biaya terbesar dalam program dengue. Kami percaya, pengetahuan yang diperoleh harus pula dapat mengalir menjadi pengetahuan baru masyarakat. Dalam kemasan budaya Jawa, cerita perjalanan penelitian dan pembelajaran implementasi teknologi yang kami peroleh dituangkan dalam 2 buku Besanan Nyamuk dan Trah Wolbachia,” ucap Adi Utarini.
Dia menuturkan pembelajaran di Kabupaten Sleman dan Bantul dengan kepemimpinan pemerintah daerah dan keterlibatan organisasi masyarakat, Muslimat Nahdlatul Ulama menjadi pembelajaran penting untuk wilayah-wilayah lain. Segenap langkah dan serangkaian keputusan operasional serta hal-hal yang mungkin perlu diadaptasi wilayah setempat dituangkan dalam buku model implementasi.
Dekan FK-KMK UGM, dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D., FRSPH, juga menyampaikan apresiasi untuk penelitian WMP Yogyakarta (WMPY). Seperti halnya tagline UGM, World Mosquito Program Yogyakarta (WMPY) dinilainya juga ‘mengakar kuat’ dengan memecahkan masalah yang ada di masyarakat dengan teknologi dan memberdayakan masyarakat.
WMPY disebutnya juga ‘menjulang tinggi’ karena secara terus menerus mendapatkan pengakuan-pengakuan dan penghargaan baik secara nasional maupun internasional. WMPY juga ‘berbuah lebat’ dengan memberikan banyak manfaat bukan hanya kepada masyarakat di Yogyakarta, namun juga negara-negara lain yang akan segera mendapatkan manfaat yang telah dibuktikan oleh WMPY. Terakhir, WMPY juga dinilai ‘berbunga indah’ karena telah mengharumkan nama UGM di tingkat dunia.
“Secara khusus kami menyampaikan terima kasih kepada Yayasan Tahija atas kerja sama yang luar biasa yang telah membuat standar baru kemitraan UGM dengan hasil beyond expectation,” papar Yodi.
Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi DIY membacakan sambutan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X, mengulas sedikit tentang kebijakan global dan nasional dalam penanggulangan dengue. Di tahun 2012, WHO telah menetapkan komitmen penanggulangan DBD melalui the Global Strategy for Dengue Prevention and Control (2012-2020).
Kemudian di tahun 2020, WHO menyatakan dengue sebagai 1 dari 10 jenis penyakit yang masuk dalam daftar ancaman kesehatan global sehingga target global dalam penanggulangan dengue yaitu menurunkan angka kematian karena dengue dari 0.8 persen di 2020 menjadi 0 persen di tahun 2030.
“Di Indonesia target global tersebut ditindaklanjuti dengan Strategi Nasional Penanggulangan Dengue di tahun 2021-2025. Optimisme hadir dari tekanan Sustainable Development Goals (SDGs) dan hasil dari penelitian WMP Yogyakarta memiliki peran yang tidak kecil dalam melahirkan optimisme tadi,” ungkapnya.
Dalam kegiatan appreciation dinner tersebut Yayasan Tahija mempersembahkan penghargaan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono X atas dukungan yang diberikan selama ini. Bersamaan itu penghargaan juga diberikan kepada tujuh insan yang telah berkontribusi bagi keberhasilan WMP Yogyakarta yaitu Prof. Yati Soenarto, sebagai apresiasi kepada para perintis penelitian WMP Yogyakarta, Dr. Maxi Rein Rondonuwu, sebagai apresiasi bagi para pembuat kebijakan sehingga teknologi Wolbachia diperluas di daerah lainnya di luar Yogyakarta, dan Rubangi, sebagai apresiasi bagi para penggerak program pengendalian DBD.
Penghargaan juga diberikan kepada drg. Hj. Siti Roikhana Munawaroh, sebagai apresiasi bagi penggerak masyarakat. Kelima, Herman Budi Pramono, sebagai apresiasi bagi pemimpin masyarakat di garis terdepan, Warsito Tantowijoyo, Ph.D sebagai apresiasi bagi pejuang penelitian nyamuk ber-Wolbachia, dan Anton W. Prihartono sebagai apresiasi untuk rekan-rekan media yang telah memperluas kabar dari manfaat teknologi Wolbachia.
Penulis : Agung Nugroho