YOGYAKARTA (KU) Dana aspirasi sebesar 15 miliar rupiah per anggota DPR seperti yang sempat diwacanakan oleh Partai Golkar dinilai tidak relevan/sesuai dengan fungsi dan peran DPR. Fungsi DPR yang dimaksud ialah sebagai fungsi pengawasan, anggaran, dan legislasi.
Pengamat politik dari Fisipol UGM, A.A.G.N. Ari Dwipayana, M.Si., menilai dana aspirasi nantinya justru akan merusak fungsi/peran DPR menjadi layaknya eksekutif sebagai penyalur anggaran/dana kepada masyarakat. “Dana aspirasi seperti yang diusulkan itu bertentangan dengan fungsi dan peran yang dimiliki DPR, yaitu legislasi, penganggaran, serta pengawasan,” terang Ari di Fisipol UGM, Rabu (9/6/2010).
Ari menambahkan penyaluran dana aspirasi seperti yang diwacanakan tersebut kental dengan nuansa politis. Karena kental dengan nuansa politis, dalam penyalurannya akan terfokus pada konstituen saja dan bukan kepada masyarakat secara umum sehingga lebih bersifat transaksional. “Kalau lewat DPR dan disalurkan ke daerah pemilihan masing-masing tentu hubungannya akan bersifat transaksional kepada konstituen, bukan masyarakat. Apalagi nuansanya kan kuat logika politiknya,†ujar Ari.
Ditambahkan pula bahwa penyaluran dana aspirasi juga akan menimbulkan ketimpangan antar daerah, khususnya antara Jawa dengan luar Jawa. Dana aspirasi diprediksi akan lebih banyak tersalur di Pulau Jawa karena banyak anggota DPR yang berasal dari pulau ini, sedangkan untuk luar Jawa akan lebih sedikit. “Dana aspirasi nantinya akan timpang dan banyak terserap di Pulau Jawa dibanding luar Jawa dengan melihat perwakilan DPR yang berbasis jumlah penduduk,†tutur Ari.
Di sisi lain, dari segi proses pengintegrasian pun dipandang tidak serta merta akan dapat mensinergiskan sumber daya terbatas yang dimiliki. Hampir semua instansi/departemen saat ini memiliki pos anggaran/dana sendiri-sendiri. Namun, akhirnya hanya disalurkan kepada satu sektor yang sama sehingga tidak akan efektif dan efisien. “Harusnya bisa mensinergikan sumber daya yang dimiliki serta tidak tumpang tindih. Takutnya ini semua punya anggaran, tapi ujung-ujungnya disalurkan ke sektor yang sama sehingga pemborosan,†kata Ari.
Seperti diketahui, pengusul pertama dana aspirasi sebesar 15 miliar rupiah per anggota DPR, adalah Fraksi Partai Golkar. Menurut mereka, dana aspirasi 15 miliar rupiah per daerah pemilihan tersebut tidak dibagikan dalam bentuk uang, tetapi program. Pemberian dana aspirasi tersebut bertujuan agar pemerataan pembangunan tercapai. Namun, usulan itu mendapat penolakan dari sejumlah fraksi di DPR. (Humas UGM/Satria)