Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., SpOG(K)., Ph.D., mengatakan pembahasan RUU Kesehatan masih terus berlangsung. Berbagai diskusi publik pun dilakukan untuk memetakan masalah, menjaring aspirasi dan memperkuat argumen-argumen.
“Tentunya cita-cita RUU Kesehatan adalah untuk mengatasi permasalahan pelayanan dan pemerataan kesehatan, serta menjamin setiap warga negara memperoleh akses pelayanan kesehatan dan kesejahteraan tanpa pengecualian,” ujarnya Sabtu (8/4) saat membuka Webinar bertema “Urgensi Pendidikan Terintegrasi untuk Pemerataan Pelayanan Kesehatan” yang diselenggarakan PKMK-FKKMK UGM.
Webinar bertema “Urgensi Pendidikan Terintegrasi untuk Pemerataan Pelayanan Kesehatan” diselenggarakan PKMK-FKKMK UGM dalam rangka memperingati Hari Kesehatan se-dunia yang jatuh pada tanggal 7 April 2023. Webinar juga dalam rangka menyambut hadirnya RUU Kesehatan 2023 yang hingga kini masih menyimpan potensi persoalan diantaranya terkait perubahan kewenangan penyelenggaraan pendidikan dokter spesialis oleh RS yang tentunya akan mengubah sistem pendidikan nasional.
Rektor berharap hadirnya RUU Kesehatan mampu memberikan solusi di bidang kesehatan dengan minimal menimbulkan masalah yang baru. Karena pembahasan RUU ini tidak dari nol dan RUU ini sebuah cita-cita luhur yang harus didukung dengan fondasi pemikiran yang kokoh dan meminimalkan risiko tanggung jawab di masa depan.
Hadirnya RUU Kesehatan setidaknya menggugurkan 13 UU yang dianggap tidak efisien dan saling tumpang tindih atau kontradiktif. Selain itu, ada prinsip yang perlu diangkat sebagai konektivitas dalam menyelesaikan masalah dasar termasuk masalah di bidang kesehatan.
“Kita tahu semuanya, sektor kesehatan tidak bisa berdiri sendiri. Hal itu dapat berkaca pada saat kita menangani pandemi yang lalu,” katanya.
Rektor pun tidak menampik akan hal itu. Menurutnya, dalam RUU ini memang ada yang akan diubah dan tentunya berkaitan dengan kewenangan pendidikan khususnya pendidikan spesialis yang menempatkan rumah sakit sebagai penyelenggara pendidikan.
“Nah, ini tentunya perlu dikaji. Kalau rumah sakit sebagai penyelenggara pendidikan tentunya ini sebagai perubahan besar karena kalau kita melihat prinsip-prinsip penyelenggaraan kegiatan pendidikan selama ini mestinya ya di institusi pendidikan,” paparnya.
Padahal, institusi pelayanan kesehatan dalam hal ini rumah sakit selama ini memiliki tanggung jawab dalam menyediakan kualitas pelayanan dan pemerataan kesehatan. Jika kemudian harus bertindak sebagai penyelenggara pendidikan tentu perlu mendiskusikan secara mendalam mulai dari kewenangan, kesiapan regulasi, infrastruktur dan sumber daya.
“Tentunya percepatan dan kuantitas harus berjalan beriringan demi peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang kesehatan,”imbuhnya.
Webinar “Urgensi Pendidikan Terintegrasi untuk Pemerataan Pelayanan Kesehatan” menghadirkan tiga narasumber yaitu Prof. dr. Gandes Retno Rahayu, M.Med.Ed., Ph.D, Direktur Pendidikan dan Pengajaran UGM yang mengangkat topik Perbandingan model pendidikan dokter spesialis berbagai universitas dengan model yang berbasis kolegium atau “Rumah Sakit”. Dr. dr. Setyo Widi Nugroho, Sp.BS (K), Ketua MKKI yang mengupas topik Kelebihan dan kekurangan konsep sistem pendidikan profesi yang tertuang dalam RUU Kesehatan 2023, dan Prof. Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K), Pokjanas AHS yang mengulik soal Academic Health System (AHS) sebagai model untuk meningkatkan kuantitas & kualitas dokter/ dokter gigi spesialis. Bertindak selaku moderator dalam webinar kali ini Dr. dr. Andreasta Meliala, DPH., M.Kes., MAS.
Penulis : Agung Nugroho