Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan Peringatan Nuzulul Qur’an 1444 H. Peringatan Nuzulul Qur’an berlangsung Selasa sore (11/4) di Balairung UGM dengan menghadirkan pembicara Dr. H. Fahruddin Faiz, S.Ag., M.Ag, dosen UIN Sunan Kalijaga sekaligus penulis buku.
Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., SpOG(K)., Ph.D., berharap forum sederhana peringatan Nuzulul Qur’an di lingkungan Universitas Gadjah Mada sebagai oase kecil untuk mengasah insan-insan yang memiliki karakter dan akhlak yang mulia, serta mewujudkan kehidupan yang tertib dan bermanfaat bagi orang lain.
“Tentulah itu doa dan harapan agar forum ini dapat bermanfaat dan menjadi ajang kita meraih akhlak mulia,” katanya saat memberi kata sambutan.
Meskipun sudah tidak lagi bertepatan 17 Ramadan, tetapi forum sederhana yang digelar tersebut sebagai penanda UGM memperingati Nuzulul Qur’an. Dengan peringatan ini, insan-insan UGM diingatkan untuk selalu membaca Al Qur’an.
“Saya yakin pak Fahruddin akan banyak membahas secara filosofis tentang itu. Selain sebagai dosen, beliau banyak menghasilkan karya-karya dan yang menarik bagi saya soal Perempuan Dalam Agama-Agama Dunia, Bertuhan Ala Filosofis, dan yang selalu bikin gandrung anak remaja pak Fahruddin sering mengkaji tentang cinta dengan pendekatan kekinian dan dekat dalam kehidupan sehari-hari,” ucapnya.
Ova menuturkan ajakan membaca Al Qur’an bukan hanya soal membaca tulisan, tetapi juga soal membaca isyarat yang ada di sekitar. Isyarat-isyarat yang dapat ditangkap oleh panca indra sehingga insan-insan UGM setiap hari tentunya bukan hanya belajar di lingkungan UGM tetapi melakukan pula interaksi keseharian di rumah untuk selalu belajar membaca.
Hal itu, menurut Rektor, sangat gayut dengan fungsi UGM sebagai perguruan tinggi pengembang ilmu pengetahuan, inovasi dan juga dalam mengolah kapasitas diri untuk kemaslahatan masyarakat. Di titik tersebut, katanya, makna belajar, berpengetahuan dan berpikir akan memberikan makna di kehidupan sekaligus menaburkan benih amalan baik di dunia untuk memperoleh rahmat Allah SWT.
“Karena dalam hadis riwayat Tirmidzi dikatakan sebaik-baiknya manusia adalah yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya. Jadi, satu jumput saja ayat yang kita pelajari langsung dapat kita amalkan dan tentunya dengan memohon ramat Allah SWT,”urainya.
Dalam momen peringatan Nuzulul Qur’an ini, Rektor mengajak insan-insan UGM menjadikan jiwa yang selalu rindu akan kehadiran Allah. Insan-insan yang memiliki jiwa mutmainah yaitu jiwa yang senantiasa merasa tentram dan damai hanya bersama-Nya serta merasa tenang bila selalu dekat kepada-Nya.
“Dengan forum ini, semoga kita selalu dibimbing dan mampu mengamalkan, mengaktualisasikan nilai-nilai Al Qur’an dalam kehidupan sehari-hari,” pungkasnya.
Dr. H. Fahruddin Faiz, S.Ag., M.Ag mengawali ceramah mengajak hadirin untuk bersyukur bisa memperingati Nuzulul Qur’an secara bersama. Peringatan Nuzulul Qur’an, menurutnya, lahir dari kecintaan terhadap Al Qur’an.
“Karena Al Qur’an itu bagi saya hakikatnya adalah bukti atau tanda bahwa Allah sangat cinta kepada kita,” katanya.
Begitu cintanya Allah kepada manusia maka manusia diberikan akal budi yang luar biasa. Dengan akal budi tersebut, manusia bisa menangkap dan meraih kebenaran.
Saking cintanya kepada manusia, kata Fahruddin Faiz, Allah masih tidak tega jika hanya diberi akal budi maka kepada manusia pun diberikan penuntun yaitu para Nabi dan Rasul. Kepada manusia pun masih pula diberikan petunjuk berupa Kitab Suci.
“Jadi, Rasulullah, Kitab Suci, Islam dan lain sebagainya sebenarnya hakikatnya adalah cintanya Allah pada kita. Maka menurut saya peristiwa Nuzulul Qur’an bisa kita maknai sebagai kita sedang merayakan cinta. Merayakan cintanya Allah pada kita,” tuturnya.
Fahruddin kembali menandaskan Nuzulul Qur’an merupakan momen penggambaran Allah menunjukkan cintanya kepada manusia. Cinta Allah pada manusia adalah sesuatu yang pasti dan yang belum pasti adalah cintanya manusia kepada Allah.
“Karenanya kita perlu belajar untuk lebih banyak mencintai Allah karena sebagian besar hubungan kita dengan Allah adalah hubungan yang kalau tidak formalitas ya hubungan penuh pamrih. Kita masih ada pamrih-pamrih minta ini minta itu. Ciri paling mudah mengenali di saat lagi susah, ada masalah, ada problem itu rasanya terus pengin lebih dekat, salatnya nambah, puasanya nambah. Tapi kalau pas lagi seneng agak kendor ini menunjukkan hubungan kita dengan Allah karena pamrih,” ungkapnya.
Oleh karena itu, dalam ceramahnya Fahruddin mempertanyakan posisi Al Qur’an dalam hidup umat sehari-hari. Mengajak secara mendalam merenungkan sedekat apa dan seberapa pengaruhnya Al Qur’an dalam hidup sehari-hari.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Firsto