Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) RI akan menyelenggarakan Rakornas Transmigrasi pada pertengahan bulan Mei mendatang di Kampus UGM. Rakornas kali ini akan membahas soal esensi utama dari program transmigrasi dari sisi aspek spasial dan demografi. Pasalnya, pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi sama pentingnya dengan memperhatikan kondisi penduduk transmigrasi. Rencananya, kegiatan Rakornas ini akan dibuka oleh Menteri Desa dan dihadiri para kepala daerah, para praktisi dan akademisi UGM.
Dirjen Transmigrasi, Kementerian Desa, Pembangunan Tertinggal dan Transmigrasi, Danton Ginting, mengatakan kegiatan rakornas ini sepenuhnya akan didukung oleh pimpinan UGM selaku tuan rumah. Pihaknya juga akan melibatkan para pakar dari UGM untuk menyiapkan naskah akademik sebagai kerangka acuan kebijakan penyusunan rencana pembangunan jangka panjang bidang ketransmigrasian. “Kita akan didukung oleh UGM dari naskah akademik, penyiapan kerangka kebijakan dan dukungan dari Bu Rektor dan civitas akademika di UGM. Mudah-mudahan nanti ada semacam kerangka kebijakan dalam RPJM ke depan dan menggaungkan transmigrasi kembali,” kata Danton Ginting kepada wartawan usai melakukan audiensi dengan Rektor UGM, Kamis (4/5) di ruang sidang pimpinan Gedung Pusat UGM.
Menjawab pertanyaan wartawan soal data jumlah transmigrasi yang dikirim setiap tahunnya, ia menyatakan jumlahnya mengalami penurunan. Untuk tahun ini saja hanya sekitar 200-an kepala keluarga yang dikirim ke lokasi transmigrasi. Padahal, tahun lalu mencapai 500 lebih kepala keluarga. “Data transmigran yang dikirim trennya memang kecil. Tahun ini saja 200 KK menyesuaikan dengan alokasi anggaran dan lokasi. Padahal, kita punya stok 5.000 kepala keluarga yang sudah siap berangkat,” jelasnya.
Meski mengaku tidak ada kendala soal pengiriman para transmigran, Dirjen menjelaskan bahwa tantangan bidang ketransmigrasian terkait perubahan modernisasi pembangunan sehingga menyesuaikan dengan perubahan peraturan perundang-undangan dan peraturan dari kementerian dalam mendukung kebijakan tersebut.
Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med., Sp. OG (K)., Ph.D., dalam pertemuan dengan Dirjen Transmigrasi berpesan agar program transmigrasi tidak sekedar memindahkan penduduk, namun membawa misi untuk menyukseskan pembangunan di lokasi yang menjadi daerah transmigrasi. Harus membawa misi bukan sekedar proses pemindahan saja yang ditekankan. Sebab, ada stereotipe bagi mereka yang menjadi transmigran. Hal ini perlu diubah,” tegasnya.
Sementara Dr. Arie Sudjito selaku pakar Sosiologi menyebutkan tantangan program transmigrasi saat ini lebih dihadapkan pada dampak pemberlakukan otonomi daerah yang sudah memiliki kewenangan sendiri dalam penerimaan program transmigrasi sehingga mengharuskan pelaksanaan transmigrasi sepenuhnya disesuaikan dengan tingkat penerimaan dan karakteristik spesifik daerah. “Otonomi daerah itu seharusnya mampu melampaui batas dari tujuan transmigrasi itu sendiri bukan hanya sekedar hanya memindahkan penduduk, namun menciptakan pertumbuhan baru di daerah dan pemerataan ekonomi. Sehingga perlu dibicarakan ulang soal integrasi nasional dari tujuan pelaksanaan transmigrasi ini,” tuturnya
Guru Besar Ilmu Geografi UGM, Prof. Dr. Suratman, menuturkan selain melibatkan pemerintah daerah, program transmigrasi menurutnya juga perlu melibatkan peran swasta seperti perusahaan perkebunan dan perusahaan pertambangan dimana tujuan lokasi penempatan daerah transmigrasi juga berada di area sekitar perusahaan tersebut. “Peran swasta seperti perusahaan perkebunan dan pertambangan bisa diajak untuk mendukung program transmigrasi. Karena itu dibutuhkan kebijakan pendukung,” jelasnya.
Penulis : Gusti Grehenson