Yogya, KU
Peneliti pangan dan gizi UGM Dr Ir Eni Harmayani, MSc tengah mengembangkan Ubi Ganyong (Canna edulis) untuk dimanfaatkan sebagai makanan bagi balita guna mengatasi masalah gizi buruk. Menurut Eny, ubi ganyong merupakan salah satu bahan pangan non beras yang bergizi cukup tinggi terutama kandungan kalsium, fosfor, dan karbohidrat.
Diakui oleh Eni, diantara komoditas ubi-ubian, ganyong memang belum sepopuler seperti ubi jalar atau ubi kayu. Padahal, ubi ganyong dapat diproduksi menjadi makanan yang bervariasi dan lebih mudah dikonsumsi dengan cara mengolahnya menjadi tepung, tanpa mengurangi kandungan gizi yang dikandungnya.
“Pemanfaatan ganyong untuk makanan balita, bisa dibuat dalam bentuk biskuit, bubur, sereal dan dengan ditambah dengan campuran tempe atau ikan. Sebenarnya ini alternatif bagi manakan untuk balita,†kata Ketua Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM, Selasa (8/4) di Kampus UGM.
Menurut Eni, dalam ubi ganyong terdapat kandungan kalsium dan fosfor yang lebih banyak apabila dibandingkan dengan kandungan kalsium dan fosfor yang terdapat pada ubi jalar, padi, jagung, kentang, sehingga ubi ganyong sangat baik untuk pertumbuhan tulang dan gigi pada balita.
“Bagi bayi yang belum memiliki tulang yang kuat dan gigi perlu mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung fosfor dan kalsium. Salah satu makanan yang mengandung fosfor dan kalsium dalam jumlah banyak, adalah ubi ganyong,†jelasnya.
Seperti diketahui berdasarkan sumber dari Direktorat Gizi Depkes RI, kata Eni, kandungan gizi ganyong tiap 100 gram secara lengkap terdiri dari kalori 95,00 kal; protein 1,00 g;lemak 0,11 g; karbohidrat 22,60 g; kalsium 21,00 g; fosfor 70,00 g; zat besi 1,90 mg; vitamin B1 0,10 mg; vitamin C 10,00 mg; air 75,00 g.
Dijelaskan oleh Eni, pemanfaatan ganyong merupakan salah satu bentuk usaha dari pusat studi pangan dan Gizi UGM dalam memanfaatakan sumber pangan lokal di berbagai daerah. Pemanfatan ganyong ini sebelumnya hasil penelitian sumber pangan lokal di daerah Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Menurut Eni, di daerah Gunung Kidul sendiri, ganyong banyak dimanfaatkan sebagai bahan untuk minuman cendol.
“Di Gunug Kidul ini banyak ditemukan ubi ganyong, terutama di daerah tanah marginal, namun masih dimanfaatkan untuk minuman cendol,†imbuhnya.
Diakui Eni, bersama tim peneliti pusat studi pangan dan gizi, kini sedang melakukan penelitian lebih lanjut bekerjasama dengan LIPI mengembangkan ganyong sebagai sumber pangan lokal bagi balita nantiny di Indonesia.
Staf pengajar di Fakultas Teknologi Pertanian UGM ini berharap ganyong bisa menjadi makanan alternatif bagi balita. Karena dirinya merasa prihatin dengan kasus gizi buruk yang mencuat di berbagai daerah akhir-akhir ini. Menurutnya, penyebab gizi buruk pada balita disebabkan masih rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat tentang gizi dan sumber pangan. Selain itu, di tengah kondisi ekonomi yang semakin terpuruk menjadi faktor kemampuan daya beli masyarakat menjadi turun.
“Kasus gizi buruk disebabkan pengetahuan masyarakat kita terhadap gizi yang sangat rendah akibat akses pendidikan yang rendah. Selain itu, kondisi taraf hidup yang memprihatinkan menyebabkan kemampuan daya beli mereka juga menurun,†katanya
Eni menyarankan seyogyanya pemerintah bersama masyarakat menggalakan kembali pemanfaatan sumber pangan lokal yang justru lebih murah, mudah dijangkau dengan kandungan gizi yang tidak kalah baiknya.
“Perlu dikaji sumber pangan lokal lainnya yang kesemuanya cocok untuk dikonsumsi untuk balita dan ibu hamil dimana juga mengandung sumber karbohidrat, protein dan zat gizi lainnya,†tegasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)