Diare pada anak balita masih menjadi persoalan besar di bidang kesehatan. Dilaporkan bahwa diare merupakan penyebab 9,1 persen kematian pada anak balita di seluruh dunia. Di Indonesia, angka kematian akibat diare dilaporkan sebesar 9,8 persen pada kelompok anak di bawah satu tahun dan merupakan penyebab kematian kedua terbanyak.
Dosen bidang Mikrobiologi dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM, Prof. Dr. dr. Hera Nirwati, M.Kes., Sp.MK., mengatakan diare mempunyai dampak merugikan dalam perkembangan anak. Diare berulang pada masa pertumbuhan menyebabkan anak berpotensi mengalami hambatan pertumbuhan tinggi badan, kebugaran yang kurang serta kecerdasan yang tidak optimal. Oleh karena itu, sangat penting menghilangkan semua gangguan dalam masa pertumbuhan karena angka adalah aset masa depan yang berharga.
“Rotavirus merupakan penyebab diare berat pada anak balita di negara maju dan negara berkembang. Rotavirus terkenal sebagai virus yang demokratis karena dapat menginfeksi semua anak tanpa melihat status sosial ekonominya. Sebab, hampir semua anak pernah mengalami paling tidak sekali episode diare pada saat berumur lima tahun,” kata Hera dalam pidato pengukuhan jabatan Guru Besar dirinya, Kamis (11/5) di Balai Senat Universitas Gadjah Mada.
Hera menyebutkan bahwa Rotavirus di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Soenarto yang melakukan penelitian dan mengumpulkan feses anak balita penderita gastroenteritis akut di Yogyakarta. Hingga saat ini surveilans rotavirus di Indonesia sudah terus dilakukan dan menunjukkan tingginya beban kesakitan dan kematian akibat diare rotavirus.
Meski demikian, diare rotavirus merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. Vaksin rotavirus yang tersedia saat ini dapat bereplikasi di usus manusia untuk memperoleh respons imun. Terdapat empat vaksin yang diprakualifikasi oleh WHO dan tersedia di pasaran yakni Rotarix, Rotateq, Rotavac, dan Rotasiil. Sementara di Indonesia saat ini sedang dikembangkan vaksin rotavirus RV3 dan uji klinisnya sedang dilakukan oleh peneliti di UGM. Bahkan, vaksin ini telah memasuki uji klinik fase 3. “Dalam waktu dekat RV3 diperkirakan bisa diproduksi massal oleh Biofarma dan ditargetkan bisa digunakan untuk imunisasi bagi anak-anak di Indonesia,” ujarnya.
Dalam uji klinik vaksin Rotavirus RV3-BB fase 2b, kata Hera, telah dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh antibodi ibu plasenta atau ASI terhadap efektivitas vaksin. “Selain itu, setelah diuji juga diketahui bahwa vaksin rotavirus RV3-BB juga bisa diberikan dengan vaksin lainnya seperti vaksin polio secara oral,” paparnya.
Di akhir pidato pengukuhannya yang berjudul Surveilans Rotavirus: Temuan Berbasis Bukti untuk Implementasi Vaksin Rotavirus di Indonesia, Hera menegaskan bahwa tindakan pencegahan diare rotavirus dengan pemberian vaksin harus segera dilakukan. Oleh karena itu, penerapan vaksin rotavirus dalam imunisasi nasional merupakan suatu keniscayaan agar anak-anak kita terlindungi.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto : Firsto