Universitas Gadjah Mada bersama PT Pertamina New & Renewable Energy (NRE) terus mengembangkan Pembangit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di dalam kampus. Upaya UGM dan PT Pertamina NRE ini sebagai bentuk kolaborasi dalam mewujudkan Tridarma Perguruan Tinggi.
Mengembangkan PLTS di dalam kampus memang harus terus dilakukan mengingat konsumsi energi listrik gedung-gedung di UGM sangat besar. Tercatat dalam setahun konsumsi energi listrik di UGM mencapai 25,63 GWh atau rata-rata 2,1 GWh per bulan dan baru 1 persen dikontribusikan oleh energi terbarukan (PLTS).
“Ini artinya UGM juga menjadi penghasil emisi yang cukup besar karena sumber energi terbesar saat ini berasal dari grid PLN dengan bahan bakar utama fosil,” ujar Arief Setiawan Budi Nugroho, S.T., M.Eng., Ph.D, Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Aset, dan Sistem Informasi, di Gedung KMLB Fakultas Geografi UGM, Kamis (11/5).
Arif Setiawan mengatakan hal itu saat meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya hasil kerja sama antara UGM dan Pertamina RNE untuk ruang Siti Nurbaya, Gedung KMLB Fakultas Geografi UGM. Dengan peresmian PLTS kali ini tentunya semakin menambah jumlah gedung di UGM yang terpasang panel surya.
Tercatat hingga kini sudah ada 7 gedung di UGM menggunakan panel surya sebagai sumber energi listrik. Adapun tujuh gedung tersebut diantaranya Gedung KLMB Fakultas Geografi, Gedung BA dan Gedung BC Fisipol, Gedung IFFLC dan Gedung JBIC Fakultas Kehutanan, Gedung R. Soegondo Fakultas Ilmu Budaya, Gedung A Fakultas Ilmu Hukum dengan total kapasitas sebesar 326,25 kilowatt peak (kWp).
“Alhamdullilah per September 2022, kita bersama PT Pertamina RNE, UGM dibantu 326 kWp. Meski masih sekitar 1 persen lumayan kita bisa berkontribusi untuk energi bersih di kampus,” ucap Arif.
Arif menyampaikan dengan tambahan 10 gedung baru proyek JICA maka tercatat jumlah gedung di UGM mencapai 50. Dari jumlah tersebut baru 7 gedung terpasang enegi listrik panel surya sehingga masih ada 43 gedung yang berpotensi untuk menggunakan PLTS sebagai sumber energi listrik.
“Jadi, kalau 7 gedung tadi baru berkontribusi 1 persen maka dengan 43 gedung lainnya kira-kira 6 kali lipatnya. Kita berharap kerja sama UGM dengan PT Pertamina NRE akan lebih erat dan terus bisa berkembang. Juga dalam riset-riset yang bisa dilakukan bersama sehingga kedepan ketahanan energi untuk Indonesia yang dicita-citakan di 2060 betul-betul dapat terealisasi,” imbuhnya.
Direktur SDM & Penunjang Bisnis Pertamina NRE, Said Reza Pahlevy, menambahkan dalam mendukung percepatan transisi energi di Indonesia, Pertamina senantiasa berkolaborasi dengan berbagai pihak salah satunya dengan civitas akademika Universitas Gadjah Mada. PLTS di UGM yang diinisiasi pada awal tahun 2021 pada pelaksanaan di lapangan berdinamika menyangkut soal perizinan, birokrasi di internal Pertamina dan lain-lain.
“Tapi alhamdulilah di akhir bulan September 2022 dapat diimplementasikan,” katanya.
Said Reza Pahlevy mengakui tidak mudah mewujudkan proyek-proyek Energi Baru Terbarukan. Sebagai contoh proyek-proyek di internal Pertamina misalnya upaya memasang PLTS di koperasi-koperasi atau SPBU-SPBU yang jumlahnya mencapai hampir 1.000 SPBU.
Proyek-poyek semacam itu terkadang terkendala di perizinan dari Kementerian atau pihak PLN yang memberikan batasan-batasan tertentu. Bahkan, beberapa alat PLTS yang sudah terlanjur dipasang di beberapa tempat tidak bisa beroperasi mengingat perizinan belum tuntas.
“Perizinan ini nampaknya lapisannya banyak sekali. Kementerian BKPM juga terlibat, Kementerian ESDM, PLN, tapi kita tidak pernah berhenti untuk mengampanyekan mengingat PLTS ini salah satu energi terbarukan paling mudah sebenarnya. Bahkan, dari sisi teknologi juga tidak begitu complicated atau tidak kompleks,” terangnya sembari menuturkan bila Pertamina NRE akan terus memberikan dukungan untuk terwujudnya energi bersih baik dengan pelatihan maupun pembekalan untuk operasionalisasi PLTS di UGM.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Donnie