Oleh Dr. Anggito Abimanyu
Satu tahun pasca krisis multidimensi Covid-19 ditandai dengan proses pemulihan di banyak negara. Namun, proses pemulihan saat ini menghadapi risiko krisis ekonomi dan keuangan yang lebih dalam karena ketidakmampuan beberapa negara menangani dampak Covid-19 dan kebijakan ekonomi global, khususnya suku bunga yang tinggi. Di sisi lain, banyak negara dapat terhindar dari krisis di tahun 2023 karena kemampuan manajemen makroekonomi, dukungan kerja sama global, ketersediaan instrumen bantalan krisis, dan kemampuan mendeteksi krisis yang dapat terjadi.
Banyak peneliti percaya bahwa krisis dan dampak krisis ekonomi keuangan di suatu negara dapat dideteksi melalui model kuantitatif. Jika tidak diprediksi, krisis keuangan dapat menyebabkan biaya ekonomi yang parah berupa perlambatan pertumbuhan ekonomi, penurunan output, kebangkrutan perusahaan, PHK, ketidakstabilan sektor keuangan, penurunan penyaluran kredit, dan lain-lain.
Model pendeteksian dini adalah cara untuk melihat kemungkinan terjadinya krisis sektor keuangan dan ekonomi. Dari pendeteksian dini ini dapat dihitung kemungkinan terjadinya krisis, seberapa besar, seberapa kuat, kapan terjadinya, dan bagaimana menyikapinya.
Penelitian Abimanyu et al., (2023) menggunakan pendekatan parametrik eksperimental untuk mengidentifikasi kemungkinan krisis keuangan di Indonesia tahun 2023 dalam durasi 12 hingga 24 bulan. Data yang digunakan adalah data ekonomi makro dari tahun 2001 hingga tahun 2021. Penelitian ini mengestimasi probabilitas terjadinya krisis keuangan atau financial distress pada tahun 2023.
Penelitian ini merupakan pengembangan model pendeteksian dini terjadinya krisis ekonomi dengan menggunakan teknik probabilitas logaritma (logit) untuk Indonesia sebelumnya (Imansyah & Abimanyu, 2008; Koo et al., 2005; Ferdous et al., 2022).
Untuk pemodelan dalam penelitian ini diperlukan teknik pengolahan data yang berbeda, khususnya periode krisis 1998 dan 2008 serta Covid 19. Dengan adanya dampak kejadian tersebut pada perekonomian Indonesia diperlukan perlakuan khusus terhadap data tahun-tahun tersebut. Oleh karena itu, pengembangan model pendeteksian dini dengan menggunakan penyesuaian data tersebut akan meningkatkan akurasi model dan juga mampu menangkap seluruh fenomena ekonomi Indonesia yang dinamis.
Model satu negara memberikan estimasi yang lebih baik karena dapat menangkap keunikan suatu negara daripada model global atau regional. Berg et al., (2008) berpendapat bahwa model satu negara merupakan model sederhana yang memadai.
Analisis Penelitian
Analisis model ini memberikan hasil yang signifikan terkait kemungkinan Indonesia mengalami krisis keuangan dalam 24 bulan ke depan. Namun, krisis keuangan ini dapat dihindari dengan kebijakan untuk memitigasi krisis tersebut. Oleh karena itu, hasilnya dapat digunakan untuk menyusun serangkaian kebijakan penanggulangan (pre-emtif), meskipun tidak ada jaminan keberhasilan (Greenwood et at, 2020).
Banyak penelitian menemukan bahwa meskipun peristiwa pra-krisis dan dampak krisis ekonomi dan keuangan di suatu negara dapat dideteksi, tidak banyak bukti bahwa negara-negara tersebut memberikan serangkaian kebijakan pencegahan krisis yang berhasil. Meskipun demikian, kebijakan pre-emptive masih diperlukan untuk menghindari penurunan ekonomi yang parah (Greenwood et al., 2020; Reinhart et al., 2000). Kegagalan preemptive policy juga karena alasan perlunya kebijakan bersama dengan negara lain atau kerja sama global (Berg et al., 2008).
Baru-baru ini, kebijakan pre-emptive dikeluarkan di Indonesia untuk mengantisipasi krisis keuangan global2,3. Kebijakan yang dirancang dianalisis secara kualitatif menurut variabel penyebab dan dampaknya terhadap perekonomian domestik.
Dari faktor yang berpengaruh krisis keuangan di Indonesia, faktor eksternal seperti harga minyak dunia dan derajat keterbukaan perdagangan merupakan yang terpenting dibandingkan dengan lainnya.
Harga minyak mentah dunia yang merupakan salah satu indikator awal yang digunakan memberikan faktor signifikan yang cukup tinggi. Jika harga terus meningkat yang tentunya memberikan potensi risiko untuk meningkatkan kemungkinan terjadinya krisis keuangan.
Artinya, harga minyak mentah dunia berpotensi memicu krisis keuangan di Indonesia (Sasmitasiwi dan Cahyadin, 2008). Berkaitan dengan indikator harga minyak dunia merupakan faktor eksternal yang berada di luar kendali pemerintah maka kebijakan antisipatif untuk mengatasi kenaikan harga minyak dunia terhadap perekonomian dalam negeri tentunya harus dilakukan sesuai dengan dampak dari harga minyak mentah dunia terhadap perekonomian domestik.
Dalam hal ini terdapat potensi peningkatan belanja subsidi dalam APBN sehingga berpotensi berisiko membengkaknya defisit APBN. Selain itu, kenaikan harga minyak mentah dunia akan memberikan potensi inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya (cost push inflation). Dengan demikian, indikator harga minyak mentah dunia dapat digunakan sebagai alat antisipasi kebijakan yang dapat dilakukan apabila indikator dini tersebut terus memberikan potensi risiko yang tinggi.
Variabel signifikan lainnya, seperti defisit anggaran, dapat disesuaikan dengan rencana penurunan defisit APBN tahun 20234. Variabel pertumbuhan ekspor dapat didorong oleh kebijakan ekspor dan perdagangan yang lebih terbuka. Pemerintah juga harus memfasilitasi untuk menemukan tujuan baru dan produk baru untuk masuk ke pasar ekspor dunia. Secara umum, kebijakan makroekonomi Indonesia di atas cukup mampu menahan terjadi krisis yang dalam pada tahun 2023.
Akurasi Pemodelan
Penelitian menggunakan pemodelan pendeteksian dini krisis ekonomi di Indonesia memberikan hasil yang signifikan pada dua hal, pertama, jika tidak dilakukan langkah-langkah pencegahan, Indonesia akan memasuki krisis keuangan pada semester II 2023. Kedua, dari model tersebut dapat dideteksi faktor yang berpengaruh, dan apabila dilakukan kebijakan pre-emptive akan menghindarkan dari terjadinya krisis keuangan yang dalam. Keberhasilan langkah preemtif sampai saat ini masih teruji ampuh, tetapi belum ada penelitian terapan yang memberikan keyakinan bahwa langkah pencegahan krisis akan berhasil.
Pemodelan dengan data antara negara secara regional atau global akan memberikan kelengkapan dari sisi cakupan faktor yang berpengaruh, namun menurut kajian yang ada akan menurunkan akurasi hasil analisis.
Penelitian lebih lanjut perlu melakukannya dengan data antar negara yang akan menambah sampel, dimensi eksternal dan ruang lingkup. Selama penelitian menghasilkan derajat akurasi yang memadai secara metodologis, hasil analisis dan kebijakan baik internal maupun antar negara masih dapat dipertanggungjawabkan.
—
2 Siaran Pers Kementerian Keuangan: Kinerja Baik Awal Tahun Menunmbuhkan Optimisme Bagi Pemulihan Ekonomi yang lebih Kuat dengan Tetap Mewaspai Risiko Ketidakpastian Global, Rabu, 22 Februari 2023.
3 Siaran Pers Bank Indonesia: Bank Indonesia proyeksikan pertumbuhan ekonomi 4,5-5,3% dan inflasi akan kembali ke dalam sasaran 3,0±1% pada tahun 2023, Jakarta 30 November 2022.
4 Siaran Pers Kementerian Keuangan: Kinerja Positif APBN 2022 Jadi Modal Kuat Hadapi Tahun 2023, Selasa, 03 Januari, 2023.