Mungkin Anda merasa terheran-heran saat melintas di Kantor Pusat UGM sisi selatan, tepatnya di taman cemara tujuh. Di tempat itu, kini tertata rapi pecahan-pecahan genteng secara melingkar. Mungkin Anda mengira UGM sedang membangun area jogging track baru atau mengubah wajah taman cemara tujuh. Apapun asumsi Anda, yang pasti UGM tengah berupaya membasmi hama uret di taman cemara tujuh. Selama ini, berbagai upaya yang telah dilakukan belum menampakkan hasil yang maksimal.
KKepala Bagian Tata Usaha dan Rumah Tangga UGM, Agus Hartono, S.E., M.Ec.Dev., mengatakan dalam upaya mencegah dan membasmi hama uret, UGM tetap berpegang prinsip tidak menggunakan obat-obat kimiawi. UGM telah menempuh berbagai upaya, di antaranya penggenangan, penggunaan predator jamur dan cacing, serta pemasangan jaring hingga lampu petromak secara manual. “Karena lahannya yang terlalu luas, sepertinya kalah cepat. Hasilnya pun kurang memuaskan,” ujarnya di kampus UGM, Jumat (18/6).
Dikatakan Agus, upaya memutus siklus hidup uret dengan menata genteng ini masih dalam skala uji coba. Upaya tersebut dilakukan setelah melihat pengalaman para petugas taman UGM di lapangan. “Sebenarnya, ini merupakan upaya uji coba. Sisi timur dan barat taman cemara tujuh ada lokasi yang rumputnya terlihat dimakan uret dan ada satu lokasi lagi yang terlihat subur. Setelah dilakukan penggalian, di lokasi yang rumputnya masih subur ternyata ditemukan banyak krakal atau batu-batu kecil di dalamnya. Dengan temuan seperti itu, nampaknya kita perlu menerapkan dengan pecahan genteng,” terangnya.
Dalam siklus hidup uret, menurut Agus, yang harus diperhatikan adalah saat uret menjadi kepompong. Pada saat itu, uret akan berdiam di tanah sedalam 30 cm. Pada masanya, uret akan naik ke permukaan menjadi ampal. “Ampal inilah yang akhirnya bertelur lagi di tanah untuk menjadi uret. Karenanya, dengan cara ini diharapkan siklus itu akan terhenti, uret tidak akan menjadi kepompong dan kepompong diharapkan tidak dapat naik ke permukaan untuk menjadi ampal,” tuturnya.
Nurudin Basyori, S.P. selaku Koordinator Urusan Taman dan Kebersihan Luar Kantor Pusat UGM merasa kesal dengan serangan hama uret ini karena menyebabkan hampir semua jenis tanaman menjadi layu dan mati. “Tanaman perdu saja habis, apalagi yang berjenis rumput,” ujarnya.
Meski begitu, ia kini memiliki setitik harapan baru. Uji coba yang dikerjakannya bersama teman-teman kru pertamanan memperlihatkan hasil yang cukup menggembirakan. Rumput-rumput yang ditanam di atas tatanan genteng telah terlihat menghijau. “Mekanismenya di atas tatanan genteng kita tutup tanah, lantas diberi pupuk agar tanah menjadi subur untuk rumput,” jelasnya.
Nurudin pun kini masih terus melakukan pemantauan karena tanah yang digunakan untuk menutup tatanan genteng disinyalir masih mengandung telur-telur ampal yang siap menjadi uret. Namun, ia berharap itu tidak lagi bersiklus menjadi kepompong. “Bisa dikatakan betul bersih di saat musim hujan pertama nanti. Apakah itu masih muncul atau tidak, akan terlihat ada lubang-lubang yang muncul,” pungkasnya. (Humas UGM/ Agung)