Yogya, KU
Salah satu permasalahan yang mendasar dalam pengelolaan hutan di Indonesia saat ini menurut Menteri Kehutanan MS Kaban adalah terjadinya tumpang tindih kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah. Padahal sudah ada Undang-undang No 41 tahun 1999 mengatur tentang pengelolaan Kehutanan.
“Bagaimana mungkin dalam Negara kesatuan dan dalam UU yang sama lalu memiliki langkah yang berbeda, saya pikir apa yang dilakukan oleh Gubernur Papua dengan membuat peraturan larangan keluarnya log sudah melampaui kewenangan yang diamanatkan oleh UU, ini tidak realistis, dan ingin memisahkan dari amanat UU Nomor 41 1999,†ungkap MS kaban dalam acara seminar Rasionalisasi penglolaan hutan, Minggu (18/11) di Fakultas Kehutanan UGM.
Menurutnya, kewenangan Gubernur Papua yang membuat larangan-larangan sendiri melalui peraturan yang mangatasnamakan Gubernur, disinyalir oleh Kaban akan mencoba melangkahi UU.
Dalam kesempatan itu, Kaban juga menjelaskan bahwa pemerintah sudah berkomitmen untuk melakukan percepatan pembangunan KPH (Kesatuan Pemangku Hutan) melalui peraturan pemerintah No 44 tahun 2004 yang sudah ditetapakan dalam PP No 6 2007.
“Selambat-lambatnya KPH ini sudah terbentuk sebelum akhir tahun 2008,†ujarnya.
Terbentuknya KPH ini, terang Kaban, merupakan sebuah perubahan kelembagaan dalam pengurusan hutan secara nasioanl yang semula lemah di tingkat lapangan atau di unit pengelolaan menuju pada lembaga pengelolaan sumber daya hutan di tingkat lapangan.
“Saya kira pembentukan KPH ini khan amanat UU, sehinggga perlu diwujudkan dan tentu dalam pelaksanaannya perlu kesepahaman dengan semua stakeholder yang ada baik pemerintah provinsi, kabupaten, dan dunia usaha,†tegasnya.
Dirinya pun yakin dengan dibentuknya KPH merupakan sebuah solusi untuk mengurangi tingkat kasus illegal logging yang selama ini pengawasannya kurang efektif.
“Justru dengan adanya KPH, pengawasan hutan dapat dilakukan lebih efektif karena melibatkan masyarakat, dan ada pengelola yang lebih terlatih dan lebih profesional, sehingga tidak ada lagi kawasan hutan yang tidak ada pemangkunya. Dalam KPH ini Tidak ada istilah open akses,†ujarnya.
Kaban menegaskan jika Pemerintah berkeinginan ingin mewujudkan minimal 15 persen hasil hutan tanaman rakyat dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, dfalam waktu dekat akan segera terealisasikan.
“Presiden akan melaunching pengukuhan kegiatan hutan tanaman rakyat di beberapa provinsi, sekarang hampir 110 kabupaten berminat untuk ikut dalam program ini,†katanya.
Kaban pun sependapat jika pemanfaatan hasil hutan dapat digunakan untuk mengatasi tingkat kemisikinan di masyarakat melalui dirintiskannya pembentukan hutan kemasyarakatan (HKM), hutan ulayat dan hutan tanaman rakyat. (Humas UGM)