Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM mengirimkan lima orang mahasiswanya dalam “The 8th ASEAN Youth Cultural Forum 2010â€. Mereka adalah Liony Mayestica (Sastra Inggris), Senny Gustini Ayu (Sastra Inggris), Rika Karsitra Sari (Sastra Inggris), Ni Luh Irma Kumala Astari ( Antropologi), dan Pramita Dinar Ari Putri (Sastra Jepang). Kegiatan digelar di National University of Singapore, 7-12 Juni lalu.
Dalam forum yang bertujuan untuk memvisualisasikan esensi kebudayaan negara-negara anggota Asean ini, delegasi UGM menampilkan sebuah pertunjukan seni berupa tarian Suramadu. Drs. Eddy Pursubaryanto, M.Hum., staf pengajar Jurusan Sastra Inggris FIB UGM, yang turut mendampingi perwakilan UGM, menyebutkan tarian Suramadu merupakan karya terbaru Drs. Untung Muljono, M.Hum., alumnus Program Seni Pertunjukan dan Seni Rupa UGM.
Tarian Suramadu terinspirasi oleh Jembatan Suramadu yang pendiriannya mendapatkan amino cukup besar dari masyarakat sekitar. Kehadiran jembatan yang menghubungkan Kota Surabaya dan Pulau Madura ini disambut meriah dan penuh suka cita oleh warga di wilayah tersebut. Mereka berharap adanya jembatan tersebut mampu meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan. Tarian ini menggambarkan semangat dan spirit masyarakat Kenjeran yang tegas, luwes, dan harmonis, seharmonis gerak dan musiknya yang khas Madura dan Surabaya. Aura ekspresinya tajam, keras, dan tangkas, konsisten berpegang teguh pada kultur sebagai kekuatan lokal.
Selain menampilkan tarian Suramadu, delegasi UGM juga menyajikan tarian kolaborasi dengan Universiti Sains Malaysia (USM) yang berjudul Ketoprak-Koci. Tarian tersebut memadukan berbagi unsur tarian Jawa dan Malaysia dengan iringan yang merupakan fusi antara iringan tari Zapin Malaysia dan bagian musik iringan tari Suramadu serta Rara Ngigel.
Dalam kesempatan itu, delegasi UGM juga diberi kesempatan untuk mengikuti kuliah oleh praktisi mengenai seni, budaya, dan tradisi. Di samping mengikuti kuliah, delegasi juga mengikuti field trips ke beberapa tempat di Singapura, di antaranya pemukiman Little India, Padang Street, Marina Bay, Kampong Glam, Kampong Bugis, Baba House, serta Tanjong Pagar.
Ni Luh Irma Kumala Astari, salah seorang anggota delegasi UGM, mengaku program Asean Youth Cultural Forum menorehkan kesan yang cukup mendalam di benaknya. Semua kegiatan yang ditawarkan sangat bermanfaat dan mampu menambah pengetahuan tentang keragaman budaya negara-negara anggota Asean, kemajuan teknologi, dan pemanfaatannya dalam seni pertunjukan.
Ditambahkan oleh Ni Luh, program tersebut membuat dirinya dan teman-teman semakin mencintai kebudayaan Indonesia. “Saat mementaskan tarian di depan khalayak, kami mendapatkan apresiasi dan pujian yang luar biasa. Hal inilah yang membuat kami semakin mencintai kebudayaan Indonesia,“ ujarnya. (Humas UGM/Ika)