Yogya, KU
Bencana semburan dan luapan lumpur panas Sidoarjo yang terjadi pada 29 Mei 2006 sampai sekarang belum dapat dihentikan. Semburan yang muncul pada jarak 150 meter dari sumur pengeboran gas Banjarpanji 1 di Porong Sidoarhjo ini diperkirakan mengeluarkan volume semburan sebesar 120 ribu meter kubik setiap hari atau setaran satu juta barrel per hari. Dampak semburan ini pun semakin besar dan menggenangi beberapa daerah kawasan industri, hunian penduduk dan lahan pertanian.
Berbagai upaya penanggulangan dan penanganan yang telah dilakukan oleh pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Presiden RI No 14 tanggal 8 April 2007 adalah menampung dan membuang lumpur ke laut lewat kali porong yang dilaksanakn oleh Badan Penanggulanan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Dalam rangka menampung lumpur, maka dibuatlah suatu tanggul yang handal. namun dikarenakan kurang terencana dengan baik, upaya penanggulangan semburan lumpur dan penanganan luapan lumpur pun menimbulkan banyak masalah. Salah satunya, terjadi keretakan dan rembesan pada tanggul tersebut.
“Usaha menutup semburan dengan cara relief well dan insersi bola beton gagal dan volume semburan semakin besar, sehingga dilakukan peninggian tanggul dan pembuatan tanggul baru,†kata Dr Ir Hary Christiady Hardiyatmo, MEng DEA Ketua Pengelola Magister Pengelolaan Sarana Prasarana (MPSP) UGM, dalam Seminar Nasional Teknologi Tepat Guna Penanganan Sarana Prasarana di Indonesia, Sabtu (12/4) di Gedung jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik UGM.
Menurut staf pengajar jurusan teknik sipil UGM ini, upaya peninggian tanggul yang sudah ada maupun pembuatan tanggul baru untuk menghambat laju daerah terdampak dilakukan dengan cara tidak terencana dengan baik, baik pada lokasi tanggul maupun cara pelaksanaan tangggul. Akibatnya, jelas Hary, banyak terjadi masalah pada tanggul; seperti retak, baik retak melintang maupun memanjang.
Selain itu, pada tanggul terjadi rembesan, deformasi lateral maupun vertikal (settlement) yang besar, tanggul longsor (sliding) terjadi limpasan (overtopping) pada tanggul dan bahkan tangggul jebol (breach).
“Banyak tanggul dilaksanakan langsung dengan penimbunan di atas lumpur, dan pada fondasi yang tidak melakukan pembersihan terlebih dahulu serta pemadatan tanggul yang tidak sempurna,†katanya.
Seperti diketahui upaya penanggulangan semburan lumpur diutamakan untuk menghentikan semburan lumpur. Adapun penanganan luapan lumpur lebih pada penanggulangan tanggul utama dan mengalirkan lumpur ke laut lewat kali porong.
Sedangkan bentuk tanggul, disesuaikan dengan fungsi tanggul tersebut, seperti tanggul cincin yang dibuat untuk mengitari pusat semburan dan tanggul utama yang mengarahkan lumpur panas menuju titik pemompaan menuju kali porong sehingga diperlukan metode peninggian tanggul.
Hary menegaskan, metode peninggian tanggul dilakukan dengan cara perbaikan bahan timbunan tanggul dengan manajeman bahan timbunan tanggul dengan memilih bahan bangunan yang memenuhi syarat dalam spesifikasi teknis, melakukan pemadatan dengan cara yang benar dari jenis compactor dan berat memenuhi syarat serta tebal lapisan pemadatan dan lintasan pemadatan yang cukup. (Humas UGM/Gusti Grehenson)