YOGYAKARTA-Pengembangan energi surya di Indonesia masih terbuka. Namun sayang, pemerintah seakan-akan tidak memiliki keinginan kuat untuk mengembangkan potensi energi tenaga surya khususnya menjadi energi listrik. Padahal, jika dikembangkan secara optimal, energi surya dapat menjadi salah satu solusi atas berkurangnya pasokan energi listrik PLN. “Yang cukup terbuka dikembangkan adalah pengembangan energi surya. Sayangnya, pemerintah terlihat belum kuat keinginannya untuk mengembangkan,†tutur peneliti yang juga Wakil Kepala Pusat Studi Energi (PSE) UGM, Dr. Sudihartono, Kamis (1/7).
Sudihartono menambahkan Indonesia sudah dapat membuat prototype dari panel energi surya untuk mengubahnya menjadi energi listrik. Namun, peralatan panel surya sejauh ini masih diimpor dari beberapa negara, seperti Jerman, Jepang, Kanada, dan China. Selain itu, untuk memproduksi dalam jumlah massal masih belum dapat dilakukan. Harga panel surya impor juga beragam, antara 2-5 juta rupiah. “Panel surya buatan Jerman, misalnya, antara 5-6 juta rupiah, sedangkan yang dari China bisa sekitar 2,5 juta rupiah,†katanya.
Dengan kondisi semacam itu, ke depan pemerintah harus mulai memikirkan pendirian pabrik pembuatan panel surya sebagai energi alternatif di luar energi listrik dari PLN. Kalau langkah tersebut bisa berjalan, diyakini akan mampu menghemat energi listrik PLN. Selain itu, PLN nantinya juga tidak akan sering menaikkan tarif dasar listrik, seperti yang direncanakan dilakukan pada Juli ini. “Asal jangan jalan di tempat, bisa dikembangkan sebagai energi alternatif yang potensial. Maka memang perlu dirintis pendirian pabrik pembuatan panel surya ini,†tutur Sudihartono.
Selama ini, dari pengamatan Sudihartono, penggunaan energi surya masih terbatas pada riset. Di samping pemanfaatannya yang masih terbatas, seperti untuk kegiatan pertanian atau rumah tangga, dan belum digunakan sebagai energi listrik. Meskipun diakuinya bahwa penguasaan teknologi panel surya Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan negara maju, pemakaian panel surya sebenarnya tidak rumit. Panel dapat langsung ditempatkan di genting-genting rumah penduduk dan kemudian dihubungkan dengan jaringan listrik yang sudah ada dari PLN. “Sederhana dan bisa ditempatkan di genting-genting rumah penduduk kemudian dihubungkan dengan jaringan listrik milik PLN,†kata Sudihartono.
Disinggung tentang rencana kenaikan TDL, Sudihartono berpandangan bahwa terlebih dahulu pemerintah perlu melakukan audit penggunaan energi di setiap pembangkit yang ada, apakah sudah seimbang antara bahan bakar yang masuk dengan energi yang diproduksi. Selain itu, juga dapat dilihat kemungkinan kebocoran atau kerugian yang timbul dari setiap pembangkit listrik tersebut. Dengan melakukan audit energi dan audit distribusi, PLN tidak akan serta-merta menutup kerugian yang terjadi dengan dibebankan kepada msayarakat, yakni berupa kebijakan menaikkan TDL. “Yang penting adalah audit energi dan distribusi. Jangan kemudian kerugian yang terjadi dibebankan kepada masyarakat dengan menaikkan TDL, misalnya,†ujarnya.
Beban masyarakat akan semakin tinggi jika kerugian yang dialami, baik di tingkat pembangkit listrik maupun distribusi, selalu saja dibebankan kepada masyarakat, terlebih lagi pada Agustus besok, menurut informasi, pemerintah juga akan mencabut subsidi BBM. “Lha kalau subsidi BBM juga akan dicabut artinya masyarakat sudah jatuh tertimpa tangga lagi,†kata Sudihartono.
Di samping pemanfaatan energi surya, audit energi dan distribusi, yang tidak kalah penting adalah memberikan penyadaran kepada masyarakat untuk mulai melakukan penghematan energi. Langkah kecil, seperti mematikan listrik ketika tidak digunakan, akan sangat membantu upaya penghematan energi listrik. “Memang yang tidak kalah penting adalah upaya penyadaran kepada masyarakat agar rajin melakukan penghematan listrik. Jika mereka menggunakan listrik 450 W dan hanya terpakai 350 W saja kan itu bagus,†tambah Sudihartono.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI, Darwin Zahedy Saleh, akhirnya mengumumkan secara resmi kenaikan tarif dasar listrik (TDL) rata-rata 10 persen. Kenaikan direncanakan mulai berlaku per 1 Juli 2010 dan tidak berlaku untuk pelanggan dengan daya 450 VA-900 VA. Darwin mengatakan kenaikan TDL merupakan upaya pemerintah untuk mengendalikan besaran subsidi sejumlah 55,1 triliun rupiah yang diatur dalam UU APBN Tahun 2010. Kenaikan juga dinilai telah mempertimbangkan rasa keadilan sehingga tidak dikenakan kepada pelanggan kategori kecil. (Humas UGM/Satria)