Beras merupakan salah satu produk pertanian yang menjadi bahan pangan pokok masyarakat Indonesia. Tingginya kebutuhan beras menuntut petani untuk semakin meningkatkan produksi tanaman pangan tersebut. Upaya peningkatan produksi melalui pola intensifikasi telah dilakukan oleh petani.
Program ini memang terbukti mampu meningkatkan produksi pangan nasional, akan tetapi disisi lain menjadi penyebab munculnya permasalahan lingkungan sebagai dampak penggunaan pupuk dan pestisida kimia sintetis. Penggunaan kedua bahan ini mengakibatkan degradasi lahan dan kerusakan lingkungan yang pada akhirnya akan menurunkan hasil produksi pertanian.
Berawal dari kenyataan tersebut, mendorong empat mahasiswa UGM mengembangkan usaha agribisnis beras organik melalui pemberdayaan masayarakat petani berbasis pertanian organic dengan aplikasi SRI (System of Rice Intensification). Mereka adalah Danu Santoso (Fakultas Peratanian, Imam Wibisono (Fakultas Pertanian), Bagas Prambudi (Fakultas Peternakan) dan Titisari Juwaningtyas (Fakultas Teknologi Pertanian).
Disebutkan Danu Santoso, selaku ketua tim, SRI pada budidaya padi organik menawarkan produktifitas yang jauh lebih tinggi dibanding sistem pertanian padi konvensional. Dengan sistem SRI organik produksi beras yang dihasilkan bisa mencapai 7,5 ton/ha, sementara dengan pertanian konvensional hanya dihasilkan 5-6 ton/ha.
“Pengaplikasian sistem ini juga dapat menekan kebutuhan benih yang cukup besar, dimana dalam sistem konvensional memerlukan sekitar 30-40 kg/ha dengan sistem SRI hanya dibutuhkan 5-7 kg/ha,†jelasnya di Kampus UGM, Jum’at (9/7).
Ditambahkan Danu, sistem ini juga mampu menghemat biaya operasional untuk pupuk karena mengutamakan penggunaan pupuk organik yang bisa dibuat mandiri. “Sistem ini merupakan teknologi yang menerapkan prinsip hemat air, hemat biaya, hemat waktu, dan ramah lingkungan sehingga sangat memungkinkan diperoleh hasil produski yang tinggi dengan biaya operasional yang rendah,†terang mahasiswa yang mengambil program studi Agronomi ini.
Sementara itu diungkaan Bagas Prambudi, teknologi SRI organic ini rencananya akan dilaksanakan pada kelompok tani di padukuhan Padon , desa Sendang Rejo, Kecamaan Minggir, Sleman. Kawasan tersebut merupakan wilayah yang cukup potensial untuk dikembangkannya sistem SRI organic. Diseminasi dilakukan dengan realisasi program STANSA (Sahabat Petani Sejahtera) untuk membangun kegiatan penmberdayaan masyarakat berbasis agribisnis organic dengan penerapan teknologi budidaya yang low input dan praktis.
Program STANSA meliputi sosialisasi program, pendidikan dan pelatihan kenal SRI, serta pengujian pupuk dan tanah. Berikutnya pembuatan pestisida organic lokal, dan pelatihan analisis agribisnis dan pemasaran. Disamping itu juga dibentuk tim inisiasi unit usaha tani agar mempermudah akses pengelolaan beras organic. “Dengan dirintisnya program stansa ini diharapkan petani yang tadinya sangat tergantung pada penggunaan input kimia sintetis bisa beralih menuju pertanian organic secara mandiri. Jangka panjangnya diharapkan petani mampu mengelola sendiri hasil pertanian organiknya untuk dipasarkan kepada masyarakat secara luas,†urainya.
Berkat rancangan program yang dikembangkan itu, menghantarkan mereka meraih juara dua dalam kompetisi program hibah yang diselenggarakan oleh masyarakat ilmuan teknologi Indonesia (MITI). Kegiatan digelar 27 Juni lalu di Jakarta. Sementara peringkat pertama diraih oleh tim dari Universitas Mataram. Mereka mendapatkan dana sebesar 50 juta guna merealisasikan program yang rencananya akan dimulai pada bulan Agustus depan. (Humas UGM/Ika)