Hubungan bilateral Indonesia dan Jepang memasuki usia ke-50 tahun. Memperingati genap 50 tahun hubungan tersebut, menjadi momen untuk menegaskan kembali komitmen kedua bangsa agar selalu memperluas dan memperdalam, serta meningkatkan hubungan kemitraan itu untuk masa-masa yang akan datang.
Demikian pernyataan Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika, Deplu Primo Aloei Julianto pada Seminar Sehari “50 Tahun Indonesia – Jepang: Refleksi Kemitraan & Proyeksi Arah Hubunganâ€, Kamis (17/4) di Gedung Sekolah Pascasarjana UGM. Seminar ini merupakan hasil kerjasama Departemen Luar Negeri RI dan Fisipol UGM.
Kata Primo Aloei, setelah 50 tahun hubungan diplomatik kedua negara dibuka, dunia mengalami banyak perubahan, begitu pula hubungan Jepang dengan Indonesia. Jepang telah menjadi kekuatan ekonomi terbesar di dunia, sementara Indonesia menjadi terbesar di negara-negara dunia ketiga.
“Dalam kurun waktu tersebut hubungan persahabatan kedua negara semakin kokoh, semakin meluas dan mengakrab. Jepang telah menjadi bagian penting pembangunan di Indonesia. Demikian pula Indonesia telah berperan dalam pertumbuhan ekonomi di Jepang,†ujar Primo Aloei.
Dalam kurun waktu 50 tahun tersebut, kata Primo, investasi Jepang di Indonesia semakin kuat. Hal itu tentunya memberi dampak manfaat bagi keduanya.
“Sebagai negara maju yang memiliki kekuatan ekonomi, kemajuan teknologi, merupakan aliansi terdekat Amerika Serikat. Hal itu menjadikan Jepang sebagai negara yang memiliki peran penting dan ikut menentukan stabilitas politik, keamanan maupun ekonomi di kawasan Asia Pasifik,†tambahnya.
Sementara, Wakil Rektor Senior Bidang Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Prof. Dr. Retno Sunarminingsih, M.Sc, Apt menyambut baik penyelenggaraan seminar 50 tahun hubungan Indonesia – Jepang. Dikatakannya, hubungan 50 tahun atau setengah abad merupakan waktu yang amat panjang. Dalam kurun waktu tersebut, banyak kegiatan-kegaiatan yang telah dilakukan kedua negara.
“Telah banyak kegiatan dilakukan kedua negara di segala bidang. Banyak manfaat yang telah dirasakan Pemerintah Provinsi DIY, misalnya sebagai sister city. Demikian juga banyak yang telah diperoleh Perguruan Tinggi, terutama UGM yang telah banyak menjalin kerjasama-kerjasama dengan Jepang,†ungkap Prof. Retno S. Sudibyo.
Kerjasama-kerjasama tersebut, katanya, terutama di bidang pendidikan dan penelitian. Selama lima puluh tahun, hubungan itu semakin kuat terutama di bidang Politik, ekonomi, pendidikan, keamanan internasional dan pembangunan sosio cultur, kemudian juga tourism, kesehatan dan sebagainya.
“Oleh karena itu peringatan 50 tahun merupakan waktu yang cukup panjang, tentu menjadi penting untuk melakukan evaluasi kembali. Evaluasi terhadap mutual bebefit dari hubungan itu. Kita nampaknya perlu melihat kembali apakah ada sesuatu yang perlu direposisi, dari posisi awal yang telah ditentukan keduanyaâ€, tandasnya.
Usmar Salam, M.Int.Stu, dosen Hubungan Internasional Fisipol UGM mengingatkan terdapat hal-hal krusial yang bisa melemahkan hubungan Jepang dan Indonesia. Bahwa ditengah dinamika hubungan G to G kedua negara, pemerintah dinilai tidak peka ketika membaca dan memahami draft Economic Partnership Agreement (EPA) secara holistik.
“Mestinya pemerintah menyiapkan infrastruktur yang menyangkut UU investasi, SDM, serta kualitas produk domestik (non tarif) melalui mekanisme GTAP (Global Trade Analysis Project) terlebih duluâ€, ucapnya, saat menjadi pembicara seminar.
Untuk itu, katanya, perlu mencari format baru dan solusinya bagi hubungan bilateral di bidang politik. Dirinyapun menegaskan, bahwa untuk menjawab persoalan yang mungkin timbul, maka harus dicarikan format baru dengan penekanan-penekanan yang bisa dikembangkan.
Selain itu, Usmar berharap perlu dikonstruksi kerjasama lintas kota atau provinsi antar dua negara (sister city/province). Bahwa sister city/ province Jepang dan Indonesia, perlu memberi ruang besar terhadap masyarakat atau individu sebagai agen total diplomasi.
“Itu sebuah kebutuhan yang mendesak dan penting, demi terciptanya hubungan yang saling menguntungkan dan sejajar antar dua negara,†ungkapnya berharap. (Humas UGM)