Bakpia. Siapa yang tak kenal dengan makanan khas Jogja ini. Panganan ini memang cukup populer di kota pelajar ini. Lantas bagaimana dengan bakpia bekatul?
Bagi anda yang sering berburu kuliner tidak ada salahnya mencicipi inovasi produk yang dikembangkan oleh lima mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM ini. Mereka adalah Novi Sigit Purnomo, Fuad Assani, Fauzan Romadlon. Ade Riski Amelia, Haritsah Setya Nur Aini.
Bakpia bekatul memang baru beredar di pasaran Jogja bulan Maret lalu. Usaha pembuatan bakpia bekatul yang diberi brand “Babe Usil†(bakpia bekatul usaha orisinil) ini berawal dari keikutsertaan dalam program kreativitas mahasiswa (PKM) 2010. Mereka melihat produksi bekatul yang sangat melimpah di Indonesia, akan tetapi belum banyak dimanfaatkan.
“Selama ini bekatul hanya diposisikan sebagai pakan ternak, padahal dalam bekatul kaya akan akan vitamin B, vitamin E, asam lemak esensial, serat pangan, protein, oryzanol, dan asam ferulat. Jadi sayang jika bahan yang cukup potensial ini tidak termanfaatkan,†jelas Novi Sigit Purnomo di Kampus UGM, Selasa (13/7)
Dengan pembuatan bakpia isi bekatul, lanjutnya, diharapkan bisa mengubah image masyarakat terhadap bekatul yang hanya dipakai sebagai makanan ternak. Selain itu juga mampu menambah nilai jual bekatul di masyarakat serta dijadikan sebagai dasar pengelolaan bekatul agar dapat menaikkan pendapatan masyarakat.
Disampaikan Sigit, dalam pembuatan bakpia, bekatul digunakan sebagai isi. Adapun bekatul yang dipakai adalah sisa penggilingan padi yang bertekstur halus seperti tepung. Pasalnya bekatul yang bertekstur halus mudah menyatu dengan air sehingga tercipta adonan yang bertekstur halus pula.
Proses pembuatan isi bakpia bekatul pun tidak terlalu rumit. Bekatul yang telah dipilih kemudian dikukus selama 30 menit lalu didinginkan. Setelah dingin, bekatul disangrai dengan wajan agar kadar air bekatul berkurang sehingga dapat bertahan lama. Kemudian bekatul yang telah disangrai diberikan tambahan aroma rasa yang diinginkan. “Dalam sekali produksi membutuhkan 1 kg bekatul untuk menghasilkan sekitar 300 bakpia yang bisa bertahan hingga 3 minggu,†ungkapnya.
Ditambahkan Fauzan Romadhlon, babe usil menyediakan dua rasa yaitu coklat dan keju. Untuk pengembangan rencananya juga akan dibuat rasa mocca, kopi, vanilla, dan original. “Sebenarnya kami juga ingin membuat bakpia bekatul dengan rasa buah, tetapi setelah diuji coba ternyata rasa ini justru mengurangi cita rasa bakpia bekatul,†terangnya.
Karena keterbatasan waktu saat ini mereka baru bisa membuat bakpia bekatul dalam jumlah terbatas, berdasar pesanan. Bakpia bekatul sementara baru dipasarkan di pasar minggu pagi (sunday morning) UGM. Guna pengembangan pasar mereka menjalin kerjasama dengan kios-kios penjualan oleh-oleh di Jogjakarta. Produk hasil kreativitas anak-anak muda ini telah mendapatkan serifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT). Sementara untuk sertifikasi halal dari MUI sedang diproses.
Untuk bisa menikmati bakpia bekatul ini tidak perlu merogoh kocek yang terlalu besar. Hanya dengan Rp. 10.000 satu kotak bakpia berisi 15 buah langsung bisa disantap.
Inovasi produk karya mahasiswa muda ini tidak hanya memberikan alternatif panganan baru yang sarat gizi, berkat mampu menghantarkan mereka dalam ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) 2010 yang akan di gelar di Universitas Mahasaraswati Denpasar 20-24 Juli depan. Selain itu bakpia bekatul belum lama ini meraih penghargaan dari Muhamadiyah Yogyakarta sebagai oleh-oleh khas Muktamar 1 Abad Muhammadiyah. (Humas UGM/Ika)