YOGYAKARTA-Pemerintah saat ini sedang mematangkan cetak biru sistem logistik nasional (Sislognas) dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres). Cetak biru ini diharapkan bisa menjadi panduan dan pedoman dalam pengembangan logistik bagi para pihak terkait (pemangku kepentingan), baik pemerintah maupun swasta, antara lain dalam menentukan arah kebijakan logistik nasional dalam rangka peningkatan kemampuan dan daya saing usaha agar berhasil dalam persaingan global. Sayangnya, cetak biru sistem logistik nasional terfokus pada aspek komersial bisnis logistik.
” Karena lebih fokus pada aspek komersil bisnis maka sistem logistik nasional bidang pangan belum terjabarkan secara riil,” papar Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik (PUSTRAL) Dr. Kuncoro Harto Widodo, S.T.P., M.Eng, dalam diskusi Sistem Logistik Ketahanan Pangan di DIY: Kebijakan dan Permasalahan di Lapangan, di PUSTRAL UGM, Rabu (14/7).
Akibat dari Sislognas yang masih bersifat komersial ini kinerja layanan logistik di Indonesia semakin rendah. Di tahun 2009 lalu saja ungkap Kuncoro, Indonesia dari segi kinerja layanan logistik berada di posisi 75 dari 155 negara. Dalam pandangan Kuncoro sebagai salah satu komoditas yang vital, adanya sistem logistik pangan merupakan salah satu komoditas vital dan penting untuk segera disusun.
” Kajian mengenai kebijakan yang dilakukan instansi terkait, permasalahan implementasi dan dukungan layanan logistik. Jadi dalam penyediaan bahan pangan merupakan salah satu tahap yang perlu dilakukan untuk memetakan kondisi dan permasalahan dalam pencapaian ketahanan pangan terutama di DIY,’ katanya.
Sementara itu dosen Fakultas Teknologi Pertanian Ir.A.M. Madyana, M.S., mengatakan adanya beberapa persoalan dalam distribusi, perilaku serta strategi yang dijalankan pemerintah adalam penataan sistem logistik nasional. Dampaknya terjadi kekacauan dan tumpang-tindih kebijakan yang justru mengganggu pelayanan pangan kepada masyarakat.
” Baik sisi distribusi yang juga persoalan transportasi, perilaku dan strategi pemerintah ada yang salah. Akibatnya kebijakan sistem ketahanan pangan maupun logistik nasional saling tumpang-tindih dan kacau,” urai Madyana.
Dalam diskusi itu Madyana juga sempat mengusulkan agar muncul efektifitas distribusi bisnis logistik bisa mengoptimalkan 3 modal maya, yakni modal intelektual, modal sosial (kerjasama), dan modal lunak (kepercayaan). Dengan optimalisasi 3 modal maya ini menurut Madyana bisa semakin mendongkak efektifitas distribusi bisnis logistik yang masih terkendala dengan tumpang tindih kebijakan tadi.
” Ada 3 modal Maya, yaitu modal intelektual, modal sosial dan modal lunak,” pungkasnya.
Seperti diketahui pemerintah sekarang ini tengah serius dalam persoalan ketahanan pangan. Ketahanan pangan telah diatur di dalam peraturan pemerintah Nomor 68 tahun 2002. Tidak itu saja, Presiden juga telah membentuk Dewan Ketahanan Pangan berdasarkan Perpres Nomor 83 tahun 2006, yang hampir melibatkan seluruh Departemen/Kementerian yang ada di kabinet (Humas UGM/Satria)