Serangan hama tikus terjadi dimana-mana, kronis dan endemis.Di Kecamatan Moyudan, Sleman saja, hampir selama 7 tahun terakhir ini hasil panen padi tidak selalu baik. Berbagai upaya pengendalian terhadap hama terus dilakukan, seperti gropyokan, pelepasan ular predator tikus. Bahkan sampai upaya bertanam padi tujuh kali dalam setahun, meskipun serangan tikus masih tetap tinggi.
Menurut Prof. Dr. Ir. FX Wagiman, SU, setiap jenis tanaman budidaya sesungguhnya memiliki satu atau beberapa jenis hama utama. Demikain pula setiap produk pertanian pasca panen.
“Dengan contoh kejadian diatas, menunjukkan hama merupakan risiko yang harus ditanggung dalam setiap usaha tani. Tanpa pengelolaan yang baik, serangan hama dapat menimbulkan gagal panen dan kerugian besar, termasuk kehilangan komoditas pasca panenâ€, ujar dosen Fakultas Pertanian UGM, saat dikukuhkan sebagai Guru Besar, Rabu (16/4) di ruang Balai Senat UGM.
Dalam pidato “Predator Sebagai Agens Pengendalian Hayati Hama†dikatakan nilai ekonomi hama sangat tinggi. Studi komprehensif untuk menentukan kehilangan hasil pertanian pra-panen akibat serangan hama di taksir mencapai 42%. Sekitar 15% disebabkan oleh binatang khususnya serangga, 14% oleh penyakit dan 13% oleh gulma.
“Sementara itu, kehilangan komoditas pasca panen akibat serangan hama sekitar 10%. Sebagai antisipasi dari permasalahan ini, telah disiapkan berbagai konsep, taktik dan strategi serta kebijakannya,†ujarnya.
Dalam pandangannya, pengendalian hayati merupakan komponen utama Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang efektif, aman dan berkelanjutan. Secara sederhana pengendalian hayati didefinisikan sebagai pemanfaatan musuh alami berupa predator, parasit (oid) dan patogen untuk mengendalikan hama.
“Dengan pengelolaan ekosistem pertanian yang baik, peran musuh alami dapat dimaksimalkan untuk mencegah timbulnya eksplosi hama,†tutur pria laki-laki kelahiran Kulonprogo, 24 Desember 1955 ini.
Di ekosistem sawah, katanya, dari total spesies binatang yang dikoleksi, 40% adalah predator, 24,44% parasitoid, 18,95% detritivora dan pemakan plankton, serta 16,60% herbivora. Selain memangsa hama, predator juga memangsa detritivora dan pemkan plankton.
“Hasil kajian tentang pengendalian alami berupa penggerek batang padi kuning, selama 12 musim tanam padi IR 64 di Klaten, menunjukkan bahwa komplek predator, parasitoid, dan patogen secara signifikan lebih efektif daripada cuaca, suhu, kelembaban, curah hujan dan angin.Beberapa pengalaman pengendalian hama dengan predator dan kajian-kajian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa predator berprospek sangat bagus sebagai agens pengendalian hayati yang handal terhadap berbagai jenis hamaâ€, tandas suami Cornelia Puji Listyawati, ayah tiga putra ini.
Keunggulan predator, kata Prof. Wagiman, terletak pada kemampuannya mencari dan menemukan serta merespons populasi hama. Predator mampu menemukan hama pada tempat-tempat tersembunyi yang sulit terpapar oleh racun kontak atau pestisida hayati dan/ atau yang letaknya tidak dapat dijangkau manusia.
“Ketika jamur dan bakteri patogen tidak efektif mengendalikan hama pada musim kemarau yang kering, predator tetap aktif mencari mangsa yang eksplosi pada musim kering seperti bangsa kutu, wereng dan tungau,†ujarnya lagi.
Ditegaskannya, jumlah predator yang dilepas tidak harus banyak (inokulatif). Ketika predator sudah berkembangbiak dan beragresi pada tempat-tempat dengan populasi hama tinggi (respon numerik) serta daya makan kolektif tinggi (respon fungsional), maka populasi akan berkurang cepat.
“Sejauh kepadatan mangsa masih memenuhi kebutuhan makan maksimum atau minimum untuk reproduksi, predator akan bertahan tinggal pada tanaman dan proses pengendalian terus berlanjut,†tegasnya. (Humas UGM)