Hampir dua minggu ini halaman rumput Gelanggang Mahasiswa UGM berubah menjadi areal pemakaman. Pemandangan ini memang tidak biasa. Ada apakah gerangan?
Rupa pemakaman yang hadir di tengah-tengah gelanggang mahasiswa ini merupakan properti yang digunakan Teater Gadjah Mada (TGM) UGM saat pementasan teater yang berjudul “Lengâ€. Pementasan naskah karya Bambang Widoyo SP., tersebut akan digelar pada Kamis malam (15/7) dalam rangka Festival Teater Jogja 2010.
TGM merupakan satu dari lima peserta yang berhak tampil dalam Festival Teater Jogja (FTJ) 2010 dan menjadi satu-satunya peserta dari kalangan mahasiswa. Empat peserta lainnya adalah Teater Kulon Progo (TeKaPe), Teater Amarta Bantul, Komunitas Slenk, dan Teater Payung Imogiri.
FTJ merupakan muara bagi kelompok-kelompok teater di Jogjakarta untuk menunjukkan kreativitasnya. Kegiatan ini pertamakali digelar pada tahun 2009 atas kerjasama Taman Budaya Yogyakarta dan Yayasan Umar Kayam.
Dikatakan Firdaus Tegar, humas TGM, dipilihnya naskah berbahasa Jawa itu dalam pementasan karena isi naskah sejalan dengan tema FTJ yaitu Berkunjung ke Rumah Sendiri. Dalam naskah leng terdapat sejumlah simbol yang merepresentasikan berbagai kegelisahan terhadap kebijakan elit yang selalu berorientasi pada kepentingan individu yang kerap kali merugikan masyarakat.
“Sebagai warga UGM kami ingin menawarkan sudut pandang situasi pendidikan masa kini dalam tafsir naskah leng. Pendidikan seolah menjadi sektor usaha strategis bahkan telah menjadi pabrik pendididikan sudah mulai terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Inilah yang kami coba untuk soroti sebagai metode pendekatan kepada para penggiat pendidikan,†urainya Rabu (14/7) di Gelanggang Mahasiswa UGM.
Naskah Leng menceritakan tentang konflik yang terjadi di sebuah perkampungan akibat penggusuran makam untuk perluasan pabrik. Pertentangan terjadi akibat benturan antara kepentingan mempertahankan tradisi dengan modernisasi. (Humas UGM/Ika)