Ubi jalar merupakan salah satu bahan pangan lokal yang banyak dijumpai di Indonesia. Namun pemanfaatannya masih sangat terbatas dan belum begitu banyak dikonsumsi manusia.
Kondisi tersebut mendorong sejumlah mahasiswa UGM berkreasi mengembangkan usaha untuk meningkatkan nilai guna dan nilai jual ubi jalar. Ditangan empat mahasiswa UGM ubi jalar yang kurang begitu diminati diubah menjadi minuman kemasan menyehatkan dan bernilai ekonomis tinggi.
Mereka adalah tiga mahasiswa Fakultas Farmasi, Nur Hawwin, Ayu Candra Dewi, Lina Nur Aini, dan satu orang mahasiswa FISIPOL, Zulfa Utami Adiputri. Keempat mahasiswa muda itu mengolah ubi jalar menjadi Nata de Sweet Potato.
Nur Hawwin menyebutkan, dengan pengolahan ubi jalar menjadi produk minuman tersebut mampu meningkatkan nilai jual dari ubi jalar. “Ubi jalar mentah dijual Rp. 1.500/kg-nya, setelah diolah menjadi nata per kg-nya kami jual antara Rp. 1.000-1.200/kg-nya. Padahal 1 kg ubi jalar mentah bisa menghasilkan 4 kg lembaran nata. Bisa dihitung sendiri kan peningkatan nilai jualnya. Itu pun baru untuk lembaran nata, belum dalam bentuk minuman nata de sweet potato,†tegasnya di sela-sela pameran penelitian “Research Week” di Grha Sabha Pramana, Rabu (14/7).
Selain bernilai ekonomis, produk ini juga baik bagi kesehatan. Minuman ini memiliki nilai gizi tinggi karena kaya akan serat dan kandungan karbohidrat yang tinggi (17%) serta tidak mengandung lemak. “Salah satu kelebihan produk ini yang membedakan dari produk nata lainya adalah tidak adanya kandungan lemak didalamnya (0%),†paparnya.
Disebutkan mahasiswa angkatan 2005 ini, dalam satu kali produksi nata de sweet potato membutuhkan 50 kg ubi jalar mentah. Dari 50 kg bahan akan dihasilkan 120 kg nata lembaran. Untuk mendapatkan nata lembaran ini memang butuh waktu yang agak lama melalui beberapa tahapan. Pengolahan awal, ubi jalar mentah digiling kemudian direbus selama 1 jam. Setelah matang ubi jalar disaring untuk selanjutnya direbus kembali dengan dilakukan penambahan ZA (zat untuk menutrisi bakteri). Berikutnya dituang ke dalam wadah tertutup disimpan selama 24 jam. Proses belum berhenti disitu, setelah disimpan selama satu hari lalu ditambahkan bakteri pembuat nata (acetobacter xylinum). “Nata baru bisa dipanen setelah fermentasi selama 1 minggu,†jelasnya.
Produk ini untuk sementara baru bisa ditemukan di kantin Fakultas Farmasi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, dan kantin Fakultas Psikologi. Untuk pengembangan kedepan mereka juga akan menerapkan sistem konsinyasi di kios-kios penjualan makanan dan oleh-oleh. Karena keterbatasan waktu, ruang, dan tenaga, anak-anak muda tersebut baru bisa melakukan 2 sampai 3 kali produksi dalam satu bulannya. “Kalau melihat animo masyarakat terhadap produk ini yang cukup baik, kami sebenarnya ingin memproduksi lebih banyak lagi,†harapnya.
Nata de sweet potato dijual Rp. 3.000 dalam kemasan cup 300 ml,-. Rasa yang ditawarkan cukup bervariasi yaitu jeruk, anggur, dan coco pandan.
Lahirnya produk ini berawal dari keikutsertaan mereka dalam pekan kreativitas mahasiswa (PKM) 2010. Proposal penelitian yang mereka ajukan lolos seleksi dan mendapatkan dana pengembangan Rp. 7 juta dari Dikti. (Humas UGM/Ika)