Pusat Studi Korea UGM bersama Southeast Asian Studies Regional Exchange Program (SEASREP) dan Korean Institute of Southeast Asian Studies (KISEAS) menggelar 10 tahun Forum Korea. Mengusung tema “Culture Matters-Korean Wave and Southeast Asia Phenomenon” forum membahas globalisasi budaya pop Korea yang sering disebut Hallyu.
Panitia sengaja mengangkat tema tersebut mengingat banyak generasi muda berkeinginan mendapatkan pengetahuan mengenai Korea. Bahkan dari ibu-ibu rumahtangga, siswa SD, SMP, SMU hingga Perguruan Tinggi cenderung mulai mengagumi budaya Korea melalui film-film, drama dan lagu-lagu.
“Saat ini memang tengah berlangsung Gelombang Korea atau sering disebut hallyu. Mereka tertarik sebab Korea memiliki karakteristik yang khas pada kebudayaannya,” ungkap Dr. Novi Kussuji Indrastuti, M.Hum, di Kampus UGM, Rabu (21/7).
Selaku Kepala Pusat Studi Korea UGM, Novi menjelaskan kebudayaan Korea memang cukup menarik untuk dikaji dan dipahami. Sebab ditengah-tengah modernitas, mereka telah mengalami kemajuan cukup pesat, namun tidak meninggalkan akar tradisi.
Hal ini tentu menjadi pelajaran menarik bagi generasi muda Indonesia, bahwa ketika suatu negara mendapat pengaruh oleh budaya-budaya modern, pop mereka masih tetap bisa mempertahankan kebudayaan yang dimiliki.
“Jadi tradisi yang dipertahankan adalah original tradisi milik mereka dan mereka tidak mau meninggalkan, sebab antara yang tradisi dan modernitas berjalan seimbang. Itu saya pikir menarik dari hikmah atau pelajaran dari bangsa Korea,” papar Novi.
hal-hal positif semacam itulah yang mestinya patut ditiru. sehingga semua orang bisa belajar tentang nasionalime tinggi ditengah arus modernisasi, dan juga belajar tentang etos kerja tinggi. Hal-hal positif semacam itulah yang patut ditiru. “Mereka memiliki budaya cepat-cepat karena memiliki empat musim, sementara di Indonesia mempunyai dua musim yang cenderung membuat lebih lamban untuk melakukan apapun. Dengan dibatasi empat musim yang sangat pendek, muncul semacam target untuk menyelesaikan pekerjaan dalam waktu singkat. Karenanya mereka mencanangkan budaya kerja keras,” jelas Novi.
Peneliti Pusat Studi Korea UGM, Ratih Pratiwi Anwar, M.Si menambahkan masyarakat Indonesia telah menikmati berbagai tayangan film dan drama Asia berasal dari Hongkong, Taiwan dan Jepang sebelum masuknya budaya pop Korea Selatan. Sementara ‘Gelombang Budaya Pop Korea’ atau Korean Wave di Indonesia dimulai penayangan drama televisi Endless Love dan Winter Sonata oleh stasiun televisi swasta Indonesia di tahun 2002.
Saat itu, kata Ratih, sambutan pemirsa televisi Indonesia tak kalah antusias dengan penonton drama televisi di berbagai negara Asia, seperti Jepang, China, Vietnam, Thailand dan lain-lain. Semenjak saat itu pula, film-film, drama televisi, dan musik Korea Selatan mulai akrab generasi muda Indonesia. Karenanya perkembangan akhir-akhir ini sungguh luar biasa.
“Dengan bantuan media massa dan internet, fans K-pop di Indonesia telah membentuk jaringan sosial dan interaksi yang intens. Phenomena ini tentunya sangat menarik untuk dikaji dari berbagai aspek,” ujar Ratih.
Sementara Surray Agung Nugroho, MA selaku pembicara dalam forum merasa heran dengan masih besarnya pengaruh budaya Korea hingga saat ini. Bahkan dari penelitiannya pada tahun 2000-2010 disebutkan pengaruh tersebut melalui film-film, drama Korea dan lagu-lagu Korea.
Meski terkadang di tivi tidak ada, namun generasi muda masih mencari film-film, drama dan lagu-lagu di internet. Bahkan muncul pula fans club-fans club tentang Korea. “Saya ingin menunjukkan gambaran bahwa selama 10 tahun ini tentang Korea. Dulu sempat menyimpulkan ini hanya kegilaan sesaat, namun ternyata tidak budaya pop Korea terus berjalan karena banyak dukungan terutama dukungan dari pemerintah Korea,” papar Surray.
Seminar Korea Forum ke-10 di UGM akan dibagi dalam tiga sesi. Sesi pertama membahas â€Kecenderungan Mutakhir ’Gelombang Korea’ di Asia Tenggaraâ€, menampilkan pembicara Dr. Jung Sun dari Victoria University, Melbourne dan Suray Agung Nugroho, M.A. dari Program Studi Bahasa Korea Fakultas Ilmu Budaya UGM. Pembahas sesi ini adalah Prof. Shim Doobo dari Sungshin Women’s University, Korea Selatan dan Ratih Pratiwi Anwar, S.E., MSi, peneliti di Pusat Studi Korea UGM.
Sesi kedua membahas â€Konteks Domestik ’Gelombang Korea’ di Korea Selatan†dengan dua pembicara, yaitu: Prof. Shim Doobo dari Sungshin Women’s University dan Prof. Kim Sujeong dari Chungnam National University, Korea Selatan. Sebagai pembahas sesi ini adalah Dr. Choi Kyung Hee dari KISEAS dan Dr. Mukhtasar Syamsuddin dari Pusat Studi Korea UGM. Sesi ketiga akan membahas topik â€Kerjasama dan Pertukaran Budaya di Asia Timur†dengan pembicara Prof. Dr. Mohtar Mas’Oed dari Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas ISIPOL UGM dan Dr. Choi Kyung Hee. Sebagai pembahas sesi kedua adalah Prof. Dr. Bambang Purwanto dari Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya-UGM dan Prof. Kim Sujeong dari Chungnam National University, Korea Selatan. (Humas UGM/ Agung)