Seperti survei PIRAC sebelumnya, bahwa tingkat kedermawanan masyarakat dalam menyumbang di tahun 2007 masih cukup tinggi sebesar 99,6%. Angka ini dinilai relatif stabil, meski mengalami penurunan yang tidak terlalu signifikan (0,2%), jika dibanding sebelumnya tahun 2004 (99,8%) dan tahun 2000 (98%).
Demikian disampaikan Ninik Annisa pada seminar “Mengembangkan Kedermawanan, Memberdayakan Perempuan†pada hari Kamis (17/4) di ruang seminar Fisipol UGM.
Dikatakannya, preferensi masyarakat dalam menyalurkan sumbangan secara langsung lebih tinggi dibanding melalui organisasi. Hasil survey PIRAC menyebutkan, masyarakat lebih cenderung memberikan sumbangan secara langsung ke penerima (76.3%) daripada melalui lembaga atau organisasi (23,7%).
“Kecenderungan ini menunjukkan bahwa kegiatan filantropi di Indonesia, khususnya yang dilakukan oleh individu masih didominasi oleh filantropi konvensional yang dicirikan dengan kegiatan direct giving,†ujarnya.
Menurut Ninik, kecenderungan masyarakat melakukan direct giving umumnya dipengaruhi oleh beberapa alasan. Dari hasil survei terungkap, bahwa sebagian besar (49,5%) responden melakukannya karena bisa bertemu langsung dengan penerima sumbangan.
“Disini unsur silahturrahmi nampaknya berpengaruh pada pemberian sumbangan secara langsung. Sementara alasan-alasan lainnya berkaitan dengan lebih tepat sasaran (14,5%), langsung ke penerima (13.8%) dan jelas penggunaannya (9,3%),†tutur Ninik.
Dalam seminar yang digelar Jurusan Sosiatri Fisipol UGM bekerjasama dengan PIRAC dan Ford Foundation ini, Ninik menjelaskan pula tentang berbagai jenis sumbangan yang dilakukan masyarakat. Selain sumbangan keagamaan, terdapat pula jenis sumbangan Non-Keagamaan.
Dirinyapun menguraikan tentang berbagai metode menyumbang, pengambilan keputusan seseorang untuk menyumbang serta alasan-alasan orang memberi dan menolak sumbangan. Survei 2007, katanya, menunjukkan bahwa alasan atau motivasi yang melatar belakangi motif seseorang menyumbang, polanya tidak berubah dibanding dengan survei sebelumnya.
“Ajaran agama masih menjadi motivasi utama masyarakat dalam menyumbang (97%). Motivasi lain yang juga dominan adalah belas kasihan (90%), solidaritas sosial (87%), dan kepercayaan pada organisasi (47%),†tambahnya.
Pembicara lain, Farsijana Adeney Risakotta, Ph.D menyatakan, saat ini filantropi sudah menjadi arena profesional. Di bidang ini, katanya, orang bisa membangun kegiatan kemanusiaan sekaligus menghidupi dirinya sendiri.
“Jadi, jika ada transformasi ibu-ibu untuk terlibat kegiatan filantropi setelah masa pengabdiannya pada keluarga sudah longgar, kemungkinan mereka juga harus bersaing dengan orang-orang muda,†ujar Farsijana Adeney, dosen UKDW yang juga aktivis perempuan dan anak ini.
Orang-orang muda ini, ditegaskannya, adalah para lulusan universitas yang secara sistimatis telah dibekali ilmu pekerja sosial dan kesetiakawanan dengan berdasar teori-teori tentang pemberdayaan masyarakat. (Humas UGM)