JOGJAKARTA (KU) – Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) DIY untuk pertama kalinya akan melakukan uji kompetensi lulusan sarjana keperawatan yang berasal dari 22 institusi pendidikan tinggi di DIY pada tahun 2010 ini. Sedikitnya 400-an sarjana keperawatan akan diuji kompetensinya sebelum mereka bekerja di tengah masyarakat.
“Di DIY terdapat 5300 calon perawat yang tengah mengikuti pendidikan, namun kurang dari 10 persennya yang diuji kompetensinya,†kata Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) DIY, Drs. Kirnantoro, S.K.M., M.Kes., kepada wartawan ditemui disela-sela pelatihan perancangan uji kompetensi perawat yang berlangung di gedung Ismangoen, Fakultas Kedokteran UGM, Selasa (3/8).
Kirnantoro menyampaikan alasan baru tahun ini pihaknya akan melaksanakan uji kompetensi sarjana keperawatan disebabkan belum adanya standar kelulusan kompetensi yang berlaku secara nasional. “Dari workshop ini diharapkan akan disusun jenis, metode dan instrumen skill keperawatan yang akan diujikan,†jelasnya.
Sebelumnya, PPNI DIY juga telah melakukan uji kompetensi pada lulusan D3 Keperawatan. Terdiri, 629 orang tahun 2008, 729 orang tahun 2009. “Untuk tahun ini PPNI akan menguji 718 orang,†ujarnya.
Menjawab pertanyaan wartawan, Kirnantoro menjelaskan bahwa uji kompetensi bertujuan untuk menjaga kualitas pendidikan keperawatan sebagai penyedia tenaga perawat yang profesional. “Tidak semua institusi pendidikan itu menghasilkan lulusan yang sesuai dengan standar yang diharapkan. Dari hasil uji ini, bisa memberi masukan buat institusi pendidikan untuk lebih berbenah diri,†ujarnya.
Ia menambahkan, semakin meningkatnya tingkat kompetensi perawat akan lebih memberikan dampak tersedianya pelayanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas. Baik dari sisi pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Sementara Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan, Dinas Kesehatan DIY, dr. Aridah, M.Kes., mengatakan, adanya uji kompetensi yang dilakukan PPNI DIY dalam dua tahun terakhir berdampak dengan semakin meningkatnya kebutuhan lulusan perawat dari perguruan tinggi di DIY untuk bekerja di tempat lain. “Lulusan perawat dari DIY banyak diminta bekerja di luar daerah. Mereka para user menganggap lulusan dari DIY cukup baik dengan sudah dilakukan uji kompetensi,†katanya.
Kendati kompetensi perawat terus ditingkatkan, namun Aridah masih menyayangkan jika hingga kini di DIY belum ada pendidikan perawat spesialis. Menurutnya, peran perawat spesialis ini semakin dibutuhkan seiring makin meningkatnya kebutuhan pelayanan yang lebih baik oleh masyarakat. Terutama perawat spesialis untuk gangguan kejiwaan. â€Di RS Sardjito saja tidak punya perawat spesialis. Institusi pendidikan perlu memikirkan agar pendidikan perawat spesialis ini segera terwujud,†pintanya.
Workshop dan pelatihan yang berlangsung dua hari di Program Studi Ilmu keperwatan (PSIK) UGM, 3-4 Agustus, diikuti 45 peserta yang berasal dari staf pengajar institusi pendidikan dan perawat Rumah sakit. (Humas UGM/Gusti Grehenson)