JOGJAKARTA (KU) – Bencana tanah longsor masih menjadi masalah serius di berbagai daerah. Kejadiannya pun kian meningkat dari tahun ke tahun. Untuk tahun 2010 ini saja, sudah terjadi 121 kali bencana tanah longsor dengan jumlah korban mencapai 120 orang. Provinsi yang paling banyak terkena bencana ini adalah Jawa Barat, porsinya mencapai 59 persen secara nasional. Informasi ini mengemuka dalam Workshop Penguatan Kemampuan Daerah dalam Pengurangan Risiko Bencana Tanah Longsor di Indonesia, di Ballroom Phoenix Hotel Yogyakarta, Kamis (5/8).
Menurut Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Dr. Ir. Surono, jumlah korban jiwa meninggal akibat tanah longsor dari tahun ke tahun selalu diatas 100 orang. Jumlah korban tanah longsor ini tiap tahun jauh lebih besar daripada jumlah korban jiwa akibat gempa bumi. “Tahun 2006, korbannya mencapai lebih dari 600 orang,” katanya.
Surono menyampaikan jumlah korban tanah longsor banyak terjadi pada daerah dengan sudut lereng 27-36 derajat yang tanahnya disusun oleh batuan dasar breksi dan batu lempung.
Sependapat dengan Surono, Peneliti PSBA UGM Dr. Danang Sri Hadmoko, M.Sc. mengatakan dari hasil penelitiannya, selama kurun waktu 1981-2007, lebih dari 1300 kejadian tanah longsor terjadi di pulau Jawa. Dalam kurun waktu 27 tahun itu, jumlah korban meninggal sebanyak 2095 orang. “Rata-rata kejadian logsor di jawa sebanyak 49 kejadian per tahun dan jumlah korban sedikitnya 77 orang per tahun,” paparnya.
Berdasarkan UU no 24 tahun 2007, pihak yang paling bertanggungjawab dalam penanggulangan bencana di daerah adalah para kepala daerah. Kewenanganan pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan di daerah melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Maka dari itu, pemerintah pusat dan daerah diharuskan menyediakan dana untuk penanggulangan bencana melalui dana dari DIPA/APBN/APBD. “Anggaran memang belum memadai, tahun lalu BNPB hanya mengelola 300 milyar, tahun ini naik 630 milyar melalaui dana DIPA. Untuk Renkon kita memiliki dana 3 triliun per tahun,” ujar Direktur Pengurangan Risiko Bencana BNPB Ir. Wisnu Widjaya, M.Sc.
Namun lebih dari itu, kata Wisnu, membangun kapasitas masyarakat yang tangguh terhadap ancaman bencana, bisa beradaptasi saat terjadi bencana, dan segera pulih pasca bencana jauh lebih penting. Di samping itu, pihaknya juga memprioritaskan pembuatan peta analisis risiko, peta daerah rawan bencana, dan peta arus risiko bencana. (Humas UGM/Gusti Grehenson)