JOGJAKARTA (KU – Dosen Program Studi Geografi dan ilmu lingkungan, Jurusan Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi UGM, Langgeng Wahyu Santosa, S.Si., M.Si., Jumat (6/8), berhasil memperoleh gelar doktor setelah mempertahankan penelitian disertasinya tentang akuifer (wadah air tanah) di sepanjang bentang lahan kepesisiran Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta.
Pria klahiran Klaten, 10 Juli 1972 ini yang lulus ujian dengan predikat cumlaude ini mengkaji genesis bentuk lahan dan pengaruhnya terhadap pembentukan sistem dan pola akuifer berdasarkan rekonstruksi hidrostratigrafi akuifer. Ia menyebutkan, bentang lahan kuarter di pesisir kulon progo terbentuk oleh proses utama marin (masa Pliosen-Pleistosen), kemudian dilanjutkan dengan proses eolian dan fluvial (Holosen).
“Proses geomorfologi masa lampau meninggalkan bekas yang nyata terhadap fenomena bentuk lahan masa kini. Genesis bentuk lahan tersebut berpengaruh terhadap pembentukan hidrostratigrafi akuifer di daerah pesisir,†ujar suami dari Reny Ariani, SIP.
Disamping itu, genesis bentuk lahan juga berpengaruh terhadap evolusi air tanah bebas yang ditunjukkan oleh variasi proses hidrogeokimia airtanah bebas yang spesifik pada setiap bentuk lahan. Sementara pengaruh genesis terhadap bentuk lahan di pesisir Kulon Progo, diketahui merupakan hasil dari yang terjadi di masa lampau ditandai adanya batu gamping formasi sentolo sebagai aktivitas terumbu karang yang berasal dari zona laut dangkal dalam kondisi perairan tenang dan terbentuknya pola morfologi lereng kaki dan tekuk lereng perbukitan Sentolo yang menyerupai pola teluk dan tanjung. Selanjutnya, terdapat endapan berupa lensa-lensa lempung marin yang mengandung fosil moluska laut dangkal dan lapisan gambut hasil pembusukan tumbuhan rawa-rawa, serta adanya jebakan-jebakan air tanah payau hingga asin dari hasil cekungan bekas laguna.
Kepada wartawan, Langgeng mengatakan dari hasil penelitian yang dilakukan di sepanjang sungai Progo hingga sungai Bogowonto, Kulon Progo, bisa digunakan untuk mengetahui posisi wadah air tanah, memperkirakan kandungan air tanah berada, mengetahui sifat air tanah, sehingga bisa direkomendasikan untuk layak untuk dikonsumsi dan tidaknya oleh masyarakat setempat. “Keunikan sifat air tanah yang baik dan tidak baik bisa digunakan sebagai rujukan untuk layak dan tidaknya dikonsumsi oleh masyaraat sebagai air minum,†ujar lulusan doktor UGM ke-1252 ini.
Ia menyebutkan, air tanah yang layak dikonsumsi berada di lahan dataran fluviomarin, komplek beting gisik, Swale dan Gumuk Pasir. Diantaranya Karangwuluh, Janten, Kebonrejo, dan Kalidengen, Kecamatan Temon. Sedangkan, kandungan air tanah di daerah selatan gumuk pasir sangat riskan apabila air tanah diambil secara terus menerus. Dikhawatirkan, air tanah akan diisi oleh air laut. “Diambil banyak materinya pasirnya, maka air tanah akan habis, air laut yang akan masuk. Jika ditambah pasirnya, maka morfologinya berubah maka air terganggu, padahal airnya juga digunakan untuk pertanian,†imbuhnya.
Ujian disertasi yang berlangung di gedung pertemuan fakultas geografi ini, bertindak sebagai promotor adalah Prof. Dr. Sutikno, dan Ko-promotor Prof. Dr. Totok Gunawan, M.S., dan Prof.Dr. Suratman, M.Sc.. Sementara tim penguji terdiri dari Prof. Dr. R. Rijanta, M.Sc, Prof. Dr. Sudarmadji, M.Eng.Sc., Dr.Ir. Heru Hendrayana, M.Sc., Dr. Slamet Suprayogi, M.S., dan Prof. Dr. Bambang Prastistho, M.Sc. (Humas UGM/Gusti Grehenson)