Prof. dr. Yati Soenarto S, SpA(K)., Ph.D., staf pengajar Fakultas Kedokteran (FK) UGM terpilih sebagai salah satu penerima penghargaan Bakrie Award 2010. Penghargaan diberikan Rabu, 28 Juli 2010 di kantor Freedom Institute, Jakarta.
Bakrie Award merupakan salah satu penghargaan yang diberikan kepada para ilmuan Indonesia yang peduli pada kemajuan bangsa. Penghargaan diberikan sebagai bentuk apresiasi atas pengembangan dan kemajuan dalam hal kebebasan, kebudayaan, dan pengetahuan Indonesia. Penghargaan juga diberikan untuk merangsang inovasi dan gagasan yang tidakl biasa (cutting edge) di lima bidang utama yaitu sains, teknologi, kesusasteraan, pemikiran sosial, dan kedokteran.
Penerima penghargaan merupakan mereka-mereka yang telah menghasilkan prestasi puncak sekaligus memperbaharui bidang masing-masih. Atas jasa yang telah dilakukan Bakrie memberikan apresiasi berupa hadiah sebesar Rp. 250 juta.
Wanita kelahiran Sukamandi, 5 Februari 1944, ini meraih penghargaan beserta empat orang lainnya karena dinilai telah berjasa dalam pengembangan kemajuan bangsa. Prof Yati merupakan penerima penghargaan dalam bidang kedokteran. Prof Yati Soenarto selama empat dekade berjuang untuk menangkal penyakit diare yang dikenal sebagai penyakit yang penyebab kematian nomor satu pada balita.
“Sejak tahun 70-an diare menjadi penyebab kematian tertinggi di dunia. Hal ini mendorong saya untuk menggeluti lebih dalam tentang penyakit ini. Selama 40 tahun saya beserta tim g berupaya menurunkan tingkat kematian dan kesakitan akibat penyakit diare pada balita,†kata Prof. Yati, Senin (16/8) di Fakultas Kedokteran UGM.
Berbagai kemajuan dicapai Prof. Yati dan tim. Ia dan tim menemukan penyebab terbesar penyakit bukan merupakan bakteri/parasit, akan tetapi rotavirus. Bekerjasama dengan beberapa pihak dia mengembangkan vaksin rotavirus yang harganya lebih terjangkau. Seperti diketahui 1 rotavirus dipasarkan seharga Rp. 1,5 juta. “Dengan pengembangan vaksin ini selain bisa menghadirkan vaksin yang terjangkau juga harapannya bisa mengikis ketergantungan Indonesia pada obat-obatan impor,†paparnya.
Adanya temuan tersebut berimbas pada metode pengobatan diare. Selama ini metode pengobatan diare banyak menggunakan antibiotic dan antiparasit. Dengan temuan ini menghadirkan metode pengobatan baru yaitu pengobatan terpadu yang memanfaatkan bahan-bahan di lingkungan sekitar dan ditopang dengan pengetahuan masyarakat setempat.
“ Selama ini pengobatan diare selalu mengandalkan antibiotik dan anti parasit. Padahal tidak semua penderita diare butuh antibiotik, keculai dengan indikasi diare berdarah. Pemberian antibiotic justru akan menimbulkan resitensi tak hanya pada pada penyakit penyebab diare tapi juga pada penyakit-penyakit lainnya,†terangnya.
Ditambahkan Prof. Yati, penyakit diare bisa diatasi dengan menerapkan lima langkah tuntaskan diare yaitu dengan memberikan oralit baru, Zinc (seng), asi dan makanan, sosialisasi pada masyarakat, serta pemberian antibiotic hanya kepada penderita diare berdarah. “Dengan pemberian oralit baru terbukti bisa menurunkan angka kematian balita dari rasio 40/100 menjadi 7/100,†Kata Prof. Yati.
Ketika disinggung atas penghargaan yang diterima, Prof. Yati mengungkapkan perasaanya, “ Tentunya saya cukup bangga terpilih sebagai salah satu penerima penghargaan. Harapannya penghargaan yang telah saya terima mampu memicu para peneliti untuk lebih giat melakukan berbagai penelitian demi kemajuan bangsa,†kata Prof. Yati, Senin (16/8) di Fakultas Kedokteran UGM.
Terkait hadiah yang diterimanya, Prof. Yati menyebutkan hadiah tersebut akan dihibahkan untuk kegiatan penelitian.
Dekan Fakultas Kedokteran UGM Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D memberikan apresiasi tinggi atas capaian ini. “Menjadi suatu kebanggaan bagi FK atas prestasi dan dedikasi beliau terhadap bidang ilmunya sehingga mampu mengharumkan nama fakultas,†kata Prof. Ghufron. (Humas UGM/Ika)