YOGYAKARTA-Mencuatnya konflik antara Indonesia-Malaysia belakangan ini khususnya pasca penahanan tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kepri yang diamankan polisi air Malaysia di Johor 13 Agustus lalu perlu segera diselesaikan agar tidak berkepanjangan. Selama ini konflik antara kedua belah pihak diakui pasang-surut sejak pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri. Beberapa kasus terkait sengketa wilayah perbatasan kedua belah pihak antara lain bisa dilihat dalam kasus Pulau Sipadan dan Ligitan hingga soal batas wilayah negara di Ambalat, Nunukan, Kalimantan Timur.
“ Jadi persoalannya satu sisi dari internal Indonesia, dan sisi lainnya memang dari pihak Malaysia yang sering kebablasan,†kata pengajar Hubungan Internasional (HI) UGM Fatkhurrohman, SIP, M.Si, Selasa (31/8).
Ia menambahkan persoalan dua negara ini di satu sisi karena problem internal Indonesia dan sisi lainnya berasal dari pihak Malaysia. Dalam pandangan Fatkhurrohman ada ketidakberanian dan ketidaktegasan pemerintah terhadap sikap Malaysia yang beberapa kali bersikap arogan terkait persoalan batas wilayah. Hal ini juga diperburuk dengan masih minimnya anggaran bagi militer Indonesia.
“ Anggaran militer kita tahun 2009 saja hanya sekitar Rp 35 trilyun, sedangkan Malaysia di tahun yang sama bisa mencapai Rp 37 trilyun,†tambahnya.
Sayangnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga tidak tegas bersikap dengan tindakan Malaysia tersebut. Presiden SBY seharusnya segera jemput bola untuk bertemu dengan PM Malaysia Najib Razak sehubungan dengan tidak dibalasnya nota protes yang telah dikirim pemerintah Indonesia. Hal ini bisa mengacu misalnya langkah mantan Presiden Filipina Gloria Arroyo dalam kasus tenaga kerjanya di Malaysia.
“ Bisa mencontoh mantan Presiden Arroyo yang datang langsung ke Malaysia terkait kasus tenaga kerjanya. Hasilnya mereka dibebaskan juga,†kata Fatkhurrohman.
Dijelaskan Fatkhurrohman, posisi Indonesia memang masih lemah dibandingkan Malaysia. Selain minimnya anggaran militer, pemerintah yang tidak tegas dan berani, saat ini ada sekitar 2 juta TKI yang mengadu nasib di sana. Jika pemerintah Indonesia salah bertindak bisa jadi Malaysia akan mendeportasi dan menolak TKI. “ Ujung-ujungnya memang posisi kita yang masih lemah,†urainya.
Melihat kondisi ini maka ia mengusulkan agar segera dibuat semacam kesepakatan bersama antara kedua belah pihak terutama terkait persoalan batas wilayah. Pembahasannya diyakini akan memakan waktu yang cukup lama seperti pembahasan batas wilayah Malaysia-Vietnam yang memakan waktu hingga 24 tahun. Selain itu pertemuan antar kepala negara perlu diintensifkan guna memperbaiki hubungan kedua negara serta mengantisipasi kejadian serupa.
“ Pertemuan antar kepala negara, tingkat menteri hingga antar perguruan tinggi akan semakin memperbaiki hubungan kedua negara,†pungkas Fatkhurrohman (Humas UGM/Satria)