Belajar mengatasi krisis, sebanyak tujuh Parlemen Jerman mengadakan kunjungan ke UGM. Para anggota Christian Democratic Union/Christian Social Union yang tergabung dalam Parliamentary Group yang dipimpin Volker Kauder diterima Rektor Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D, Senin (23/8). “Saya sadar universitas merupakan tempat dimana perkembangan dalam masyarakat mendapat perhatian, dipelajari, dan kalau memungkinkan bermanfaat untuk kemajuan masyarakat itu sendiri,” ungkap Volker Kauder saat berdiskusi dengan para pimpinan universitas di ruang multimedia.
Dikatakannya Jerman dalam dua tahun terakhir ini mengalami krisis yang belum pernah dialami sama sekali. Disadarinya bila konteks ilmu ekonomi memang terdapat siklus-siklus tertentu yang dipicu oleh konjungtur-konjungtur dari luar yang dapat mempengaruhi kinerja ilmu ekonomi.
Dalam pandangannya Bank dan Pasar Modal mestinya dibentuk dengan konsentrasi pengembangan ekonomi riil. Jika institusi-institusi keuangan tersebut yang telah berjalan bertahun-tahun melakukan kegiatan di luar aktivitas riil, maka yang terjadi adalah kebangkrutan seperti yang terjadi di Amerika.
Apabila suatu perusahaan melakukan kegiatan ekonomi yang jelek, kata Volker maka secara otomatis ia megalami kebangkrutan. Namun karena kondisi sudah saling mengikat, maka ketika satu perusahaan bangkrut akan menyeret perusahaan yang lain. “Dengan kondisi seperti itu, pemerintah pun terpaksa memberikan bantuan dalam dalam segi uang pajak untuk menstabilkan ekonomi. Oleh karenanya dalam konteks ini kita tidak dapat belajar dari negeri sendiri, tapi kita butuh belajar dari siapa saja. Tidak menutup kemungkinan belajar dari negara-negara di kawasan Asia Pasific,” ucap Volker.
Apa yang dialami dan bisa dipelajari dari kawasan ini diharapkan dapat mencegah agar krisis tidak terulang kembali. Menilik keberhasilan Indonesia dalam mengatasi krisis di tahun 1997, Jerman berkeinginan mendapatkan pengalaman tersebut. “Indonesia telah membuktikan dan mampu melewati hal tersebut. Oleh karena itu bagi kami sangat penting melihat pengalaman Indonesia.Seperti juga kita tahu bahwa Indonesia telah masuk dalam kelompok G-20 dan kelompok ini sedang dalam proses memikirkan tentang suatu skema bagaimana menghindari kasus-kasus terkait hancurnya bursa efek seperti waktu lalu,” tutur Volker.
Menanggapi keinginan Parlemen Jerman tersebut, Rektor mengungkapkan terdapat dua hal yang melatari belakangani kondisi umum Indonesia saat ini. Pertama, masyarakat Indonesia dalam melaksanakan kegiatan ekonomi diwarnai budaya extended family, berupa usaha kecil-kecil yang dilakukan antara anggota keluarga atau family. “Sehingga dalam kondisi sulit mereka saling bantu. Pada umumnya orang yang tidak memiliki penghasilan masih bisa mendapatkan makanan yang berasal dari saudara atau tetangga dekatnya,” ujar Rektor.
Kedua, katanya, bangsa Indonesia saat ini memiliki sumberdaya manusia terdidik sampai Perguruan Tinggi sekitar 18%. Dalam keadaan yang sangat terdesak, imbuhnya, mereka memiliki kerukunan untuk bersatu untuk menyelesaikan masalah. Sehingga peristiwa gempa di Yogya dan sekitarnya pada tahun 2006 dalam waktu singkat dapat segera pulih dari kehancuran. “Dunia mencatat Indonesia sebagai yang tercepat dalam mengatasi pemulihan pasca gempa, karena masih memiliki sikap bergotong royong, saling membantu satu dengan yang lain. Karenanya hubungan antara budaya dan kegiatan ekonomi riil tetap menjadi bagian dari penelitian para dosen di Universitas Gadjah Mada,” tuturnya.
Tampak hadir Wakil Rektor Senior Bidang Administrasi dan Sumber Daya Manusia Prof. Ainun Na’im, M.B.A., Ph.D, Wakil Rektor Bidang Alumni & Pengembangan Usaha Prof. Ir. Atyanto Dharoko, M.Phil., Ph.D, Sekretaris Eksekutif Drs. Djoko Moerdiyanto, MA, Kepala Kantor Urusan Internasional Dr. Eng. R Rachmat A Sriwijaya ST, MT. Sementara dari Parliamentary Group Dr. Andreas Schockenhoff, Mr. Philipp Missfelder, Dr. Michael Guentner, Dr. Ulrich Scharlack, Dr. Michael Frank dan Mr. Winfried Weck. (Humas UGM/ Agung)