YOGYAKARTA-Belum lama ini publik diramaikan dengan langkah pemerintah yang membebaskan dan memberikan keringanan hukuman kepada beberapa tahanan kasus korupsi (koruptor) bertepatan dengan peringatan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 2010 lalu. Beberapa koruptor tersebut antara lain mantan Deputi Gubernur BI Aulia Pohan yang mendapat remisi, Mantan Bupati Kutai Kartanegara, Syaukani Hasan Rais yang mendapatkan grasi, hingga Yusuf Amir Faisal (anggota DPR) yang diberikan asimilasi. Ramai dibicarakan karena hal itu dinilai menyakiti hati rakyat dan tidak sesuai dengan nilai-nilai keadilan.
Menurut sosiolog UGM Drs.Suharman, M.Si, meski pemberian keringanan hukuman tersebut merupakan kebijakan politik namun langkah itu tidak tepat (pas) bagi pengembangan budaya anti korupsi masyarakat.
“ Tidak pas untuk mendidik masyarakat Indonesia dalam pengembangan budaya anti korupsi,†kata Suharman, Rabu (25/8).
Ditambahkan Suharman, alasan pemerintah terkait rasa kemanusiaan sehingga harus membebaskan tahanan jusru bertolak belakang dengan semangat anti korupsi itu sendiri. Jika berkomitmen seharusnya pemerintah tidak perlu membebaskan tahanan koruptor itu meskipun sakit. Di dalam rumah tahanan atau LP sekalipun sangat memungkinkan diberikannya pelayanan kesehatan secara optimal dan memadai.
“ Kalau dengan alasan sakit seharusnya khan tetap bisa ditahan tapi dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai. Jangan lantas kemudian dibebaskan,†ujarnya.
Selain menyakiti rasa keadilan masyarakat pembebasan dan pemberian keringanan hukuman bagi koruptor juga sangat merugikan dari sisi kemanusiaan dan sisi ekonomi. Di sisi lain, langsung maupun tidak langsung hal itu akan semakin melemahkan upaya-upaya pemberantasan korupsi yang saat ini tengah gencar dilakukan.
“ Kerugian kita dari sisi ekonomi dan kemanusiaan lebih besar lagi kalau koruptor dibebaskan. Takutnya ini akan memperlemah upaya-upaya pemberantasan korupsi yang khususnya dimotori oleh KPK,†tambah Suharman.
Ia yakin jika pemerintah tak punya komitmen tegas dalam menindak secara hukum para koruptor maka ke depan bisa menjadi preseden buruk. Akan banyak para koruptor yang berpura-pura sakit atau mengklaim sakit sehingga kemudian dibebaskan.
Padahal, kerugian negara dan masyarakat akibat korupsi saat ini imbuh Suharman sudah tidak main-main lagi. KPK seolah dengan pembebasan koruptor juga semakin dilecehkan. Apalagi, para koruptor ini selain berusaha melemahkan peran dan fungsi KPK juga melemahkan penegak hukum lainnya.
“ Tidak bisa kita main-main dengan koruptor saat ini. Mereka sudah berusaha menekan dan mengintimidasi hampir semua penegak hukum seperti polisi bahkan hingga hakim. Lihat saja sekarang kasus Century seakan tak ada gaungnya lagi khan,†pungkasnya (Humas UGM/Satria)