Yogya, KU
Pakar intelijen Laksamana Muda (Purn) Subardo tetap meyakini bahwa keberadaan laboratorium medis milik angkatan laut AS, The U.S. Naval Medical Research Unit Two (Namru-2) merupakan alat intelijen AS. Hal ini diyakini Subardo berdasarkan penilaiannya selama lebih dari 30 tahun bekerja di bidang intelijen serta pernah menjabat sebagai Kepala Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) tahun 1986-1998.
“Kalau saya pribadi yakin itu ada motif intelijen dari Amerika. Saya khan kerja di bidang intelijen ini sejak Letnan hingga Bintang Dua (laksmana muda). Lebih dari 30 tahun,†kata Subardo di sela-sela Seminar Hari Kesadaran Keamanan Informasi (HKKI) di Fakultas MIPA UGM, Kamis (24/4).
Meski meyakini keberadaan Namru-2 terkait operasi intelijen milik AS, Subardo, mengaku dirinya tidak lagi mempunyai wewenang menangani persoalan tersebut. Dirinya menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah khususnya melalui Badan Intelijen Negara (BIN).
“Saya tidak punya wewenang lagi. Itu urusannya pemerintah dan BIN. Saya hanya mengungkapkan ini agar kita lebih waspada, sebab penyadapan informasi melalui intelejen ada di mana-mana,†tegasnya.
Kersadaran akan keamanan informasi di Indonesia sampai saat ini masih cukup lemah. Hal ini terbukti dari laporan Lemsaneg beberapa waktu lalu yang menemukan bukti dari 28 kantor Kedubes Indonesia di Luar Negeri, sebanyak 16 diantaranya telah disadap sehingga harus dilakukan pembersihan dan pembenahan. Menurutnya kasus ini ungkapnya sekaligus sebagai preseden buruk bagi Indonesia untuk lebih berhati-hati dalam menjaga keamanan informasi.
“Sekitar 16 kedubes yang disadap di luar negeri. Jelas hal itu sebagai preseden buruk agar kita lebih berhati-hati melakukan pengaman khususnya informasi,â€imbuhnya.
Hal senada juga diungkapkan pakar keamanan internet, Richardus Eko Indrajit, menurutnya saat ini informasi memegang peranan penting di era digital dan berkorelasi tinggi dengan kemajuan negara dan bangsa. Namun demikian, tingkat kesadaran keamanan masyarakat masih jauh dari harapan, sementara ancaman keamanan informasi khususnya ancaman kepentingan internasional terus meningkat mengeksploitasi kelemahan yang ada.
“Menyadari bahwa pengetahuan akan berbagai kelemahan keamanan digital ini mestinya dapat dikonversikan menjadi suatu kekuatan yang harus digunakan secara bertanggung-jawab,†terangnya.
Lebih lanjut dikatkan Eko, kesadaran masyarakat dan pemerintah perlu ditingkatkan akan pentingnya keamanan informasi, jika diabaikan akan meningkatkan risiko kerusakan lingkungan, kerugian nama baik dan kehilangan harta benda; mengancam kedaulatan, keamanan bahkan keselamatan bangsa dan negara,†katanya.
“Kita menghargai wilayah privasi, hak milik dan karya cipta baik perorangan, kelompok, maupun organisasi yang merupakan hak asasi manusia sebagai makhluk berbudaya dan berbudi sehingga perlu dilindungi,†jelasnya.
Selain itu, tambah Eko, usaha bersama untuk mencegah dan mengurangi berbagai tindakan perusakan serta kejahatan lain melalui penyalahgunaan teknologi digital perlu dilakukan secara optimal. (Humas UGM/Gusti Grehenson)