YOGYAKARTA- Percepatan pertumbuhan penduduk perkotaan dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan terutama jika dibandingkan dengan percepatan penduduk perdesaan. Jumlah penduduk perdesaan mulai cenderung stagnan/stabil dalam kurun waktu 1980-1990 dan kemudian menurun dalam kurun waktu 1990-2000. Sebaliknya, penduduk perkotaan justru menunjukkan peningkatan yang tajam dalam kurun waktu 1990-2000.
“ Jika kecenderungan ini berlangsung terus, dan terbukti sudah, bahwa jumlah penduduk perkotaan sudah melampaui penduduk perdesaan pada tahun 2010 ini,†kata Dosen Fakultas Geografi Program Studi Pembangunan Wilayah, Dr.M.R.Djarot W., M.Sc, dalam pidato ilmiah Dies Natalis ke-47 Fakultas Geografi, Rabu (1/9).
Dengan kondisi tersebut maka bisa dikatakan bahwa awal melenium ketiga ini merupakan momentum awal terbentuknya peradaban masyarakat (industri) perkotaan di Indonesia dengan meninggalkan sifat agraris-perdesaan yang merupakan prototip bangsa Indonesia pada awal hingga pertengahan abad ke-20.
Dijelaskan Djarot, proses perkembangan perkotaan yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan proses yang luar biasa, walaupun perkembangan tingkat urbanisasi selama 80 tahun terakhir tidak menempatkan Indonesia pada posisi yang tinggi di kawasan Asia Tenggara (masih di bawah Malaysia dan Filipina).
“ Dalam kurun waktu kurang dari satu abad, jumlah penduduk perkotaan di wilayah Indonesia mengalami pertumbuhan yang luar biasa, yaitu sekitar 30 kali lipat: mulai kurang dari 3 juta jiwa di tahun 1920 hingga hampir 90 juta jiwa tahun 2000,†tambahnya.
Jumlah penduduk perkotaan Indonesia pada tahun 2000 ini hampir sama dengan jumlah seluruh penduduk dua negara tetangga terdekat, yaitu Malaysia dan Thailand, atau melebihi jumlah penduduk Filipina, atau hampir sama dengan jumlah penduduk tiga negara Eropa Barat seperti Perancis, Belgia, dan Belanda.
Jika ditinjau dari distribusi keruangannya, maka proses urbanisasi yang terjadi di Indonesia adalah urbanisasi terpusat (concentrated urbanization), oleh karena lebih dari 85 persen penduduk perkotaannya terpusat di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.
“ Proses urbanisasi terpusat ini tentunya tidak terlepas dari kebijakan politik dan ekonomi yang dipilih oleh pemerintah Orde Baru dan masuknya pengaruh kondisi politik, ekonomi, dan perkembangan teknologi dunia pada masa itu,†ujar Djarot.
Diakui Djarot, kebijakan ekonomi terbuka pemerintahan Orde baru membawa konsekuensi bagi kemudahan masuknya pengaruh-pengaruh global tersebut ke wilayah Indonesia; sedangkan kebijakan politik-ekonomi terpusat menghasilkan Jakarta dan kota-kota besar lainnya (terutama di Pulau Jawa) sebagai pusat-pusat pembangunan (ekonomi).
Di sisi lain menurut Djarot, terbentuknya wilayah-wilayah perkotaan yang sangat besar seperti Jabodetabek, Surabaya dan kota sekitarnya, Bandung dan kota sekitarnya; tingkat pertumbuhan penduduk perkotaan yang tinggi; munculnya banyak kota-kota baru baik sebagai kota otonom maupun sebagai ibukota kabupaten; berkembangnya proses urbanisasi perdesaan di wilayah koridor utama pulau Jawa yang padat penduduk akibat semakin baiknya sarana transportasi dan komunikasi.
“ Proses urbanisasi ini sangat intensif terjadi di wilayah-wilayah yang mengalami proses mega urbanisasi dan urbanisasi perdesaan,†paparnya (Humas UGM/Satria)