Guru Besar Fakultas Pertanian, Prof. Dr. Ir. Dwidjono Hadi Darwanto, S.U., mengatakan terjadi defisit produksi perikanan yang cukup besar di DIY. Kebutuhan akan ikan yang cukup tinggi tidak diiringi dengan tingkat produksi ikan yang memadai. “Konsumsi ikan per kapita di DIY sebenarnya relatif jauh di bawah standar badan pangan dunia. Namun begitu, masih saja terjadi defisit yang cukup besar. Padahal, dari tahun ke tahun konsumsi ikan masyarakat DIY mengalami peningkatan,†kata Dwidjono, Kamis (23/9), di Fakultas Pertanian UGM.
Data Kantor Statistik dan Dinas Perikanan dan Kelautan DIY tahun 2008 menunjukkan konsumsi ikan di Provinsi DIY hanya 17,03 kg/kapita/tahun. Padahal, standar FAO adalah 25,03 kg/kapita/tahun. Kebutuhan akan ikan per tahunnya mencapai 59.068,7 ton, sementara produksi ikan per tahunnya baru mencapai 17.764,6 ton. “Jadi, di DIY mengalami defisit produk perikanan sebesar -41.303,98 ton per tahunnya,†ungkap Dwidjono dalam seminar bertajuk “Pembangunan Pertanian-Perikanan Secara Terpadu di DIYâ€.
Dwijono mencontohkan kebutuhan konsumsi ikan lele di DIY mencapai 15 ton per hari. Sementara itu, produksi per hari baru sekitar 5 hingga 6 ton. “Produksi ikan saat ini baru bisa mencukupi kurang dari separuh kebutuhan akan ikan. Jadi, dibutuhkan upaya-upaya guna meningkatkan produksi perikanan agar bisa mencukupi keseluruhan kebutuhan ikan di DIY,†jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan Dwidjono, pengembangan perikanan budidaya merupakan salah satu usaha yang bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan ikan. Namun demikan, pengembangan budidaya perikanan di DIY masih saja terkendala oleh persoalan keterbatasan area karena laju konversi area pertanian yang cukup tinggi.
Pengembangan perikanan terpadu juga dihadapkan pada persoalan lingkungan. Budidaya ikan secara umum akan menyebabkan eutrofikasi lingkungan perairan. “Budidaya ikan biasanya menyebabkan pencemaran air akibat adanya limbah organik, baik itu berupa feses ikan maupun sisa pakan,†paparnya.
Ditambahkan Dwidjono, nitrogen dalam pakan ikan hanya 25% yang bisa dikonversi menjadi daging, sedangkan sisanya terbuang ke lingkungan. Padahal, dalam pakan ikan mengandung protein yang cukup tinggi, sekitar 30%, sehingga dalam limbah budidaya ikan banyak terdapat nitrogen dalam bentuk ammonia, nitrat, dan nitrit. “Kadar nitrogen yang tinggi dalam air justru menjadi racun bagi ikan tersebut,†terang Dwidjono.
Dr. Ir. Triyanto, M.Si., staf pengajar Prodi Perikanan Fakultas Pertanian UGM, dalam kesempatan tersebut menyampaikan Kabupaten Sleman dan Kulon Progo merupakan dua daerah di DIY yang berpotensi untuk pengembangan perikanan terpadu karena sudah dikembangkan usaha pembenihan ikan. (Humas UGM/Ika)