Siapa yang tak kenal dengan tempe? Makanan ini sangat mudah ditemukan di warung-warung. Biasanya panganan ini diolah dengan digoreng, direbus/ dibacem, atau dimasak sebagai sayur. Makanan yang berasal dari kedelai ini memang sangat digemari masyarakat. Selain rasanya yang enak, juga mengandung berbagai zat yang bermanfaat bagi kesehatan, salah satunya senyawa antioksidan. Namun, pengolahan tempe dengan digoreng dan direbus ternyata bisa menurunkan kandungan antioksidan yang terdapat di dalamnya.
Kondisi ini mendorong Rio Jati Kusuma, Rifka Kumala Dewi, dan Nuraini Wahyu Setyaningrum, mahasiswa Prodi Ilmu Gizi Kesehatan, Fakultas Kedokteran (FK) UGM, mencari cara pengolahan tempe yang tidak membuat aktivitas antioksidan di dalamnya berkurang. Ketiga mahasiswa muda ini mengolah tempe menjadi yoghurt yang mereka sebut “tempeghurtâ€.
Menurut penuturan Rio Jati Kusuma, dalam tempe terkandung senyawa antioksidan yang cukup tinggi. Senyawa antioksidan mampu menangkal radikal bebas dalam tubuh. “Dalam tempe terdapat senyawa antioksidan yang cukup tinggi, sekitar 60%. Namun, pengolahan dengan digoreng atau direbus yang terlalu lama bisa menurunkan kadar antioksidan dalam tempe,” terangnya, Senin (27/9), di Fakultas Kedokteran UGM.
Disebutkan Rio, dengan diolah menjadi yoghurt tempe mampu meningkatkan aktivitas antioksidan dalam tempe. Pengolahan ini juga bisa menimbulkan antioksidan baru, yaitu 3 hydroxiantralinic acid (3-haa) yang lebih kuat dari vitamin E dan isoflavon sehingga bisa langsung menangkal radikal bebas dan memperbaiki kerusakan hati. “Selain bisa menangkal radikal bebas, juga bisa menurunkan tingkat kerusakan hati,†ungkapnya.
Ide pemanfaatan tempe menjadi yoghurt memang bermula atas keprihatinan tiga anak muda ini terhadap permasalahan penyakit kerusakan hati. Salah satu penyebab kerusakan hati adalah akibat konsumsi parasetamol yang tidak terkontrol. “Parasetamol merupakan salah satu jenis obat antidemam yang sangat mudah diperoleh dan banyak dikonsumsi masyarakat. Namun, tidak banyak yang mengetahui dosis parasetamol yang tepat. Penggunaan yang tidak terkontrol secara kronis berdampak pada kerusakan akut jaringan hati,†terang Rio.
Penelitian yang berawal dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) ini dilakukan untuk mengetahui efek yoghurt tempe terhadap jumlah SGPT (Serum Glutamic Pyruvate Transaminase) dan SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) pada hati setelah diujicobakan pada tikus galur wistar. Keduanya merupakan enzim pada hati yang akan meningkat jumlahnya apabila hati mengalami kerusakan. “Penelitian ini diujicobakan pada 24 tikus galur wistar yang berumur dua bulan berat badan rata-rata 100-150 gram,†kata Rio.
Disampaikan oleh Nuraini Wahyu, ke-24 tikus itu dibagi menjadi empat kelompok, yakni kelompok yang mendapat diet standar dan tempeghurt 2 gram, kelompok yang mendapat diet standar dan tempeghurt 4 gram, kelompok yang mendapat diet standar dan tempeghurt 8 gram, dan kelompok yang hanya mendapat diet standar tanpa tempeghurt (kontrol negatif). Keempat kelompok diberi parasetamol secara oral untuk merusak hati. “Dosis parasetamol yang diberikan sebanyak 2.000 mg/kg berat badan tikus. Perlakuan tersebut dilakukan selama tiga minggu,†jelas Nur Aini.
Dari hasil percobaan tikus yang mendapatkan perlakuan diberi penambahan tempeghurt, diketahui bahwa peningkatan jumlah enzim SGOT dan SGPT lebih rendah. “Tikus yang diberi tempeghurt diketahui enzim SGOT dan SGPT-nya bisa turun hingga 50%. Jadi, bisa disimpulkan dengan tempeghurt bisa menurunkan tingkat kerusakan hati,†ungkap mahasiswi angkatan 2007 ini.
Ditambahkan Rifka Kumala Dewi, bahan yang digunakan untuk tempeghurt meliputi 1 kg tempe, air 3 liter, gula pasir sebanyak 5%, susu skim 2 % dan starter yoghurt: lactobacillus bulgaricus serta streptococous thermophilus masing-masing 2%. Pembuatan yoghurt tempe cukup mudah. Pertama, tempe dicuci dan direbus selama 10 menit. Selanjutnya, tempe diblender dan disaring untuk mendapatkan sari patinya. Sari pati tersebut dicampur dengan gula dan susu skim dimasak hingga mendidih dan didinginkan. Setelah dingin, campuran tersebut diberikan bakteri yoghurt diinkubasi pada suhu 42 derajat celcius selama 8 jam. “Dari 90 gram tempe bisa dihasilkan 600 mililiter yoghurt tempe yang bisa tahan sampai 1 minggu jika disimpan dalam kulkas. Yoghurt yang dihasilkan memiliki karakteristik hampir serupa dengan yoghurt susu, tapi sedikit lebih encer. Rasanya pun agak lebih asam,†jelasnya.
Hasil penelitian ini memang telah diujicobakan pada hewan. Jadi, tidak menutup kemungkinan ke depan dapat dikonsumsi manusia. “Secara teori, tempeghurt ini aman untuk dikonsumsi manusia. Namun, masih perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui kandungannya secara pasti,†kata gadis asal Magelang ini.(Humas UGM/Ika)