YOGYAKARTA (KU) – Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) optimis stok pengadaan beras dalam negeri masih mencukupi hingga Februari 2011. Meskipun hingga bulan September ini pengadaan beras baru mencapai 1,8 juta ton dari target yang ingin dicapai sebesar 3,2 ton hingga akhir tahun 2010 ini. “Hingga bulan September baru mencapai 1,8 juta ton atau sebesar 56,25 persen dari target,” kata Kabulog, Ir. Sutarto Alimoeso, kepada wartawan usai mengikuti pertemuan Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI) di Auditorium Prof. Hardjono Danusastro, Fakultas Pertanian UGM, Jumat (1/10).
Untuk memenuhi target, Bulog berencana melaksanakan pengadaan stok beras sebesar 1,5 juta ton hingga akhir tahun ini. Sementara itu, sisa stok beras Bulog masih terdapat 1,3 juta ton. “Pengadaan beras ini akan disebar 50 ribu titik di seluruh Indonesia untuk sasaran 17,5 juta kepala keluarga,” katanya.
Sutarto mengakui tingkat kenaikan produksi beras nasional tahun ini mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu. Sebelumnya, tingkat kenaikan produksi beras dan gabah mencapai 6,7 persen. Berdasarkan data Bulog, tahun 2007 tingkat kenaikan produksi beras mencapai 4,96%, tahun 2008 sebesar 5,4%, dan tahun 2009 mencapai 6,7%. Menurutnya, penurunan produksi beras dan gabah dalam negeri ini disebabkan adanya anomali perubahan iklim dan pemanasan global. “Saya prihatin produksi tanaman padi hanya 1,17 persen. Dulu, kenaikan mencapai 6,7 persen. Selain anomali iklim, juga disebabkan adanya peningkatan serangan hama, seperti wereng coklat,” terangnya.
Mantan Dirjen Tanaman Pangan Deptan ini sependapat bahwa harga beras di pasaran terbilang masih sangat tinggi dibandingkan dengan harga beras dunia. Ia mencontohkan harga beras di Thailand saat ini sekitar kurang dari Rp4.000,00/kg, sementara di pasaran harganya mencapai Rp6.000,00. Meski demikian, Bulog tidak akan melaksanakan kebijakan impor beras. Namun, akan lebih memaksimalkan pembelian beras hasil produksi dalam negeri. Beberapa daerah surplus beras meliputi daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, NTB, Jawa Barat, dan Sumatera Selatan.
Dalam pidatonya, Sutarto mengatakan terdapat 2-3 juta jenis serangga yang ada di dunia. Meskipun tidak semua serangga merugikan, gangguan serangan hama serangga di pertanian menyebabkan hampir 30 persen hasil pangan menjadi hilang. Tahun ini, serangan hama bahkan semakin meningkat. “Di Klaten, sampai ada larangan untuk tidak tanam padi gara-gara hama. Ini sangat merugikan,” imbuhnya.
Akibat serangan hama ini, kata Sutarto, perlu mendapat perhatian serius dari pemangku kepentingan karena hampir 17 juta penduduk Indonesia yang menjadi petani bergantung pada hasil tanaman padi. Namun, semakin sedikitnya jumlah penyuluh dan pengamat hama dan penyakit (PHP) di daerah menyebabkan pemberantasan hama ini semakin sulit diatasi.
Ketua panitia pertemuan Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI) ke-40, Dr. Ir. Witjaksono, M.Sc., dalam siaran persnya mengatakan pertemuan para entomolog kali ini akan membahas dua isu besar, yakni mengantisipasi semakin terbukanya Indonesia sebagai pasar bagi perdagangan segala macam barang, termasuk komoditas biologis yang berpotensi merusak sumber daya alam dan lingkungan. Sementara di bidang pendidikan pertanian (agrokompleks) cenderung makin “umum” dan tidak bertumpu pada idealisme berwawasan lingkungan. “Perhimpunan entomolog memiliki tugas utama menghasilkan produk pendidikan entomologi yang berwawasan lingkungan dan sekaligus menghasilkan ilmuwan-ilmuwan entomologi yang menjadi penerjemah dan penyampai produk pendidikan tersebut ke masyarakat,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)